Aksi Demonstrasi Korban Bekas Lubang Tambang di Polda Kaltim Ricuh, 6 Mahasiswa Terluka

saranginews.com, BALIKPAPAN – Aksi unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Unit Koordinasi Gerakan Mahasiswa Islam (PMII) Kaltim di depan Polda Kaltim berakhir ricuh pada Kamis (16/5) sore.

Kericuhan aksi unjuk rasa yang melibatkan 48 anak yang tewas di tambang itu bermula ketika polisi berusaha memadamkan ban yang terbakar dan dihadang oleh pengunjuk rasa.

BACA JUGA: 2 Anak Meninggal Akibat Tenggelam di Sumur Galian C

Kurang dari 2 menit, perkelahian antara polisi dan pengunjuk rasa meningkat.

Akibat perkelahian tersebut, sekitar enam pelajar mengalami luka fisik, pemukulan, dan luka di kepala.

BACA JUGA: Bekas lubang tambang di Samarinda akan diubah menjadi kawasan agrowisata

Dua orang mengalami luka serius di kepala dan dilarikan ke rumah sakit.

Para pengunjuk rasa menjadi frustrasi terhadap polisi di provinsi Kalimantan Timur karena mereka mengajukan lebih banyak tuntutan di tengah banyaknya korban ranjau darat, namun akhirnya dipukuli oleh beberapa petugas polisi saat memberikan pengamanan pada demonstrasi tersebut.

Sementara itu, Ketua PMII Kalimantan Sharky Sainiddin menyatakan ada delapan tuntutan dalam aksi tersebut.

“Pertama, kami meminta Presiden RI turun tangan langsung menyelesaikan persoalan ini dengan mengunjungi Kalimantan Timur, khususnya di pertambangan batu bara,” kata Sainddin dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (17/5).

Mereka juga meminta aparat penegak hukum di Kalimantan Timur mengusut seluruh kasus anak-anak yang meninggal di lubang tambang.

Ketiga, meminta Pj Gubernur Kaltim ikut aktif menyelesaikan kasus korban ranjau darat, kata Sainiddin.

Tuntutan keempat, PMII menghimbau Polda Kaltim untuk menyingkirkan ranjau darat ilegal atau ranjau darat legal yang tidak sesuai ketentuan (tidak aman).

Kelima, Polda Kaltim meminta penyelidikan terhadap lubang tambang yang belum diperbaiki.

Keenam, mengimbau Polda Kalimantan Timur mengungkap kasus korupsi di dunia pertambangan, ujarnya.

Ketujuh, mengecam tindakan represif aparat kepolisian yang merusak masa operasi.

Kedelapan, meminta Kapolri memecat Kapolda Kaltim karena tidak bisa melatih anak buahnya untuk berperilaku tidak manusiawi dan bertentangan dengan nilai-nilai Presisi, ujarnya.

Sainiddin menambahkan, aksi ini akan dilanjutkan dengan tuntutan yang sama pada 21 Mei 2024. (jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *