Saset Penyumbang Sampah Plastik Terbesar di Indonesia, Ini Faktanya

saranginews.com, JAKARTA – Sedotan merupakan sampah plastik terbesar yang mencemari lingkungan.

Hasil audit merek yang dilakukan jaringan aktivis lingkungan hidup antara lain Greenpeace Indonesia, Ecoton, Walhi, Trash Hero Indonesia, dan YPBB menunjukkan ada lima produsen tas yang paling banyak mencemari lingkungan. 

BACA JUGA: Chandra Asri Group Gandeng Kitaoneus.asia Berikan Edukasi Kepada Tunarungu Melalui Sampah Plastik

Terdapat 34 lokasi yang diperiksa sebanyak 9.698 tas.

Project Manager Greenpeace Plastics Indonesia Ibar Akbar mengatakan, saat ini tidak ada transparansi dan komitmen dari produsen untuk mengurangi produksi kantong plastik.  

BACA JUGA: Kurangi Sampah Plastik di Destinasi Wisata Babel, Asosiasi AQUA-Pemulung Ikut Serta

“Jika produsen terus menggunakan cara ini, krisis tas tidak akan berakhir,” kata Ibar Akbar, Jumat (3/5).

Tanggung jawab penghasil sampah, khususnya kantong, tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 tahun 2019 tentang rencana pengurangan sampah oleh produsen.

BACA LEBIH LANJUT: Kampanye Kurangi Sampah Plastik, Foopak Bio Natura & JumpStart Gandeng

Peraturan ini mewajibkan produsen, termasuk produsen, untuk membuat jadwal pengurangan limbah kemasan sebesar 30% pada tahun 2029. 

Koordinator audit merek Ecoton, Alaika Rahmatullah menambahkan, tingkat kepedulian masyarakat terhadap sampah plastik khususnya kemasan tas akan semakin dalam dengan adanya hasil audit merek tas ini.

Apalagi jika nama pabrikan tersebut berulang kali muncul sehingga menimbulkan kontradiksi yang meresahkan. 

“Tidak hanya jumlahnya, tapi tanggung jawab produsen terhadap dampak usahanya terhadap lingkungan,” ujarnya. 

Ia berharap, penting untuk mengevaluasi hasil verifikasi merek ini guna mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih bertanggung jawab bagi produsen ke depan, terutama penghapusan penggunaan tas yang lebih banyak. 

Koordinator Trash Hero Indonesia, Rima Putri Agustina, mengungkapkan bahwa jaringan relawan di Indonesia Timur, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Ambon, menganggap tas menjadi sampah plastik terbesar dalam kampanye tersebut.

Ia mengatakan, Indonesia bagian timur merupakan wilayah yang rentan terhadap pencemaran plastik karena memiliki banyak pulau kecil, dan terbatasnya layanan pengumpulan sampah di beberapa wilayah, terutama wilayah ibu kota kabupaten.

Menurutnya, situasi di wilayah Indonesia bagian timur ini merupakan bukti nyata bahwa permasalahan yang ditimbulkan oleh tas-tas tersebut tidak bisa diserahkan kepada pemerintah dan konsumen, melainkan harus dipertanggungjawabkan oleh produsen.

Fictor Ferdinand, peneliti YPBB, menyarankan selain mengurangi produksi tas, kita juga harus mendukung sistem penggunaan kembali secara bertahap sebagai solusi krisis tas.

Menurutnya, proses yang dilakukan perusahaan merupakan solusi nyata yang sebaiknya dipilih oleh produsen dibandingkan hanya berfokus pada solusi semu. 

Saat ini ada langkah-langkah untuk mendukung sistem penggunaan kembali, menurut BPOM no. 12 Tahun 2023 dan standar PR3 untuk menciptakan sistem bisnis yang aman dan terjamin.

“Pabrik pengisian ulang dan penggunaan kembali yang dirancang oleh masyarakat adalah contoh bagaimana produsen dapat menciptakan sistem serupa. Namun, pabrik pengisian ulang masyarakat ini tidak dapat menyelesaikan masalah kantong sampah yang dibuat oleh produsen besar karena mekanisme peraturan dan perizinan di Indonesia tidak mendukung restorasi,” ujarnya jelasnya. 

BACA ARTIKEL LAINNYA… Pemuda Majalaya Berhasil Menghasilkan Uang Dari Sampah Plastik, Begini Caranya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *