Perlindungan Hukum bagi Bayi Lahir di Penjara

saranginews.com – Perlindungan hukum terhadap anak yang lahir di penjara menjadi isu yang diperhatikan dalam kerangka hak asasi manusia.

Fenomena ini menyoroti kompleksitas dan tantangan yang dihadapi anak-anak yang lahir di lingkungan penjara, terutama terkait dengan hak-hak dasarnya.

Baca Juga: Kabar Adopsi, Rafi Ahmed Akhirnya Beberkan Wajah Laila

Dari perspektif hak asasi manusia, penting untuk mengkaji bagaimana sistem hukum mengatur perlindungan dan kesejahteraan anak yang lahir di penjara dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk melindungi hak-hak mereka dengan lebih baik.

Amelia Garcia Pasaribo, mahasiswa politeknik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan makalah ini bertujuan untuk mengkaji berbagai aspek.

Baca Juga: Rafi Ahmed Pamer Wajah Baby Lily, Mirip Chipong?

Mempertimbangkan perlindungan hukum terhadap bayi yang lahir di lembaga pemasyarakatan, mengkaji isu-isu penting dan pentingnya upaya bersama untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan mereka.

Ameli Dushanbe (5/6) mengatakan: “Berdasarkan prinsip hak asasi manusia mengenai perlindungan anak, tanggung jawab pokok yang diatur dalam undang-undang perlindungan anak mencakup konsep-konsep yang termasuk dalam Konvensi Hak Anak.

Baca Juga: Kecerdasan Buatan Bisa Tingkatkan Tingkat Keberhasilan Bayi Tabung

Prinsip pertama adalah prinsip non-diskriminasi yang menekankan bahwa anak tidak boleh didiskriminasi berdasarkan faktor-faktor seperti suku, agama, ras, kelas, gender, budaya, bahasa, status hukum, urutan kelahiran, atau kesehatan fisik dan mentalnya. . Kondisi. .

Prinsip kedua adalah prinsip yang terbaik untuk anak, yang menjamin bahwa keputusan mengenai anak harus mengutamakan kepentingan terbaiknya.

Prinsip ketiga adalah hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang anak yang merupakan hak asasi dan harus didukung dengan penuh rasa hormat oleh semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan keluarga.

Prinsip terakhir adalah menghargai pendapat anak, yang menekankan pentingnya mendengarkan anak dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Tujuan perlindungan anak terutama untuk mencegah kekerasan fisik dan mental terhadap mereka.

Ia melanjutkan: “Jika anak-anak terkena kekerasan ini saat tumbuh dewasa, mereka mungkin memiliki karakter yang buruk dan berisiko melakukan perilaku kriminal di kemudian hari.”

Faktor sosial, keluarga, dan lingkungan yang seharusnya melindungi anak, namun seringkali justru menjadi penyebab kenakalan remaja.

“Anak-anak bisa dianggap pelanggar norma sosial jika tidak memenuhi standar yang ditetapkan masyarakatnya,” kata Amel.

Perlindungan anak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak mencakup serangkaian upaya untuk menjamin dihormatinya hak-hak anak agar mereka dapat hidup, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Termasuk perlindungan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi, ujarnya.

Undang-undang tersebut menekankan perlunya kerja sama antara orang tua, keluarga, masyarakat, negara dan pemerintah untuk mengambil tindakan berkelanjutan guna memastikan hak-hak anak terlindungi dengan baik.

Dalam rangka kewajiban orang tua dalam memelihara dan membesarkan anak, terdapat kondisi yang dapat mencegah hal tersebut, misalnya jika seorang anak dilahirkan di penjara yang memerlukan pemisahan dari ibunya pada usia tertentu.

Oleh karena itu, pemerintah harus membuat peraturan yang melindungi anak-anak yang lahir di penjara sejak lahir hingga dewasa, jelas Amel.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Islam Riau ini mengatakan, dalam diskusi daring yang diselenggarakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kanwil DKI Jakarta, Kepala Balit Bang Kumm menyatakan, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak narapidana perempuan sebaiknya ; menerima makanan tambahan sesuai petunjuk medis;

Ia menjelaskan, namun kebutuhan tersebut tidak diimbangi dengan alokasi anggaran yang memadai.

Hingga 19 Februari 2022, data Departemen Pemasyarakatan dan Pendidikan Umum mencatat terdapat 37 narapidana perempuan hamil, 32 narapidana perempuan menyusui, dan 52 narapidana perempuan anak.

Perlindungan anak yang lahir di lembaga pemasyarakatan sesuai dengan perubahan terbaru UU 22 Tahun 2022. Pasal 62 mengatur bahwa anak-anak tersebut dapat tinggal bersama ibunya sampai berumur 3 tahun dengan syarat-syarat tertentu, berbeda dengan peraturan sebelumnya yang mempunyai batasan umur. 2 tahun.

Peraturan ini juga menyatakan bahwa anak-anak harus diberikan perawatan khusus untuk memastikan lingkungan yang bersih dan cocok untuk pertumbuhan mereka. PP Nomor 32 Tahun 1999 juga memberikan pedoman mengenai pemberian makanan pendamping ASI dan pemisahan anak dari ibunya setelah mencapai usia tertentu.

Perlindungan terhadap anak juga diatur dalam Undang-undang dan Peraturan Menteri Hak Asasi Manusia Nomor 12 Tahun 2016 yang mengatur akses taman kanak-kanak dan fasilitas taman kanak-kanak di lembaga pemasyarakatan perempuan.

Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Reformasi menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berbagi tanggung jawab untuk menjamin hak dan perlindungan anak demi kepentingan terbaik mereka.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Narapidana dalam upaya penyempurnaan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

Peraturan ini diterbitkan dengan judul Peraturan Menteri Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-OT.02.02 Tahun 2018 “Permenkam 2/1388” tentang Program Reformasi Penyelenggaraan Reformasi dan Sistem Pendidikan. .

Permenkumham Lampiran 2 Tahun 2009 menyatakan bahwa lembaga pemasyarakatan perempuan harus mempunyai fasilitas perawatan dan pengobatan pada masa kehamilan dan pasca melahirkan.

“Jika ada anak yang mendapat ASI, mereka diperbolehkan tinggal bersama ibunya di fasilitas khusus, dengan perawatan yang diberikan oleh staf yang berkualifikasi untuk merawat anak tersebut ketika mereka tidak bersama ibunya,” jelas agen tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, setiap anak harus diasuh oleh orang tuanya, kecuali ada alasan atau undang-undang yang memperbolehkan pemisahan demi kepentingan anak dan hanya sebagai upaya terakhir.

Prinsip ini sejalan dengan Amandemen UU 22 Tahun 2022 yang memperbolehkan anak narapidana perempuan tinggal bersama ibunya di rutan atau lapas hingga usia tiga tahun, meski lahir di lapas.

Tanggung jawab untuk melindungi anak dan memenuhi hak-haknya merupakan tanggung jawab bersama antara negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua untuk mencapai kepentingan terbaik bagi anak.

Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengatur bahwa tanggung jawab pemeliharaan, pengasuhan, dan kepedulian sosial terhadap anak tanpa pendamping merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah.

“Hal ini dapat dilakukan melalui lembaga seperti panti asuhan negeri atau swasta, serta lembaga eksternal melalui sistem pengasuhan keluarga atau individu,” ujarnya.

Baik dalam pola asuh yang dilakukan oleh ayah, keluarga maupun pihak lain, hendaknya sesuai dengan prinsip yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Undang-undang ini menekankan bahwa setiap anak yang berada dalam pengasuhan orang tua, wali atau orang yang bertanggung jawab harus dilindungi dari berbagai bentuk perilaku yang tidak pantas seperti diskriminasi, eksploitasi ekonomi atau seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, pelecehan, ketidakadilan dan dampak merugikan lainnya. Perilaku

Undang-Undang Perlindungan Anak diperkuat dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengasuhan Anak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017.

Hal ini menunjukkan partisipasi aktif pemerintah, badan-badan pemerintahan daerah serta masyarakat, keluarga dan orang tua dalam melindungi anak-anak dan melaksanakan hak-hak mereka untuk mencegah penelantaran, pelecehan, penganiayaan dan bahkan bentuk-bentuk yang lebih serius. Hal-hal seperti pembunuhan bayi

Dari hasil penelitian sebelumnya terlihat bahwa narapidana hamil dan nifas mendapatkan perlakuan yang tepat bagi dirinya dan anaknya.

Pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan kesehatan ibu dan bayi, meliputi gizi, gizi dan asupan vitamin, sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.

Selain itu, warga binaan perempuan hamil dan baru lahir juga mendapat layanan imunisasi rutin, susu formula dengan ASI, perlengkapan kebersihan bayi, serta ruangan khusus penitipan ibu dan anak.

Fasilitas rujukan rumah sakit juga tersedia untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang mungkin timbul pada ibu hamil atau bayinya.

Perlindungan hak anak diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) yang disahkan pada 10 Desember 1984.

Dokumen ini memuat prinsip-prinsip umum hak asasi manusia. Pada tahun 1989, PBB mengadopsi Konvensi Hak Anak.

Konvensi ini telah diratifikasi oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia yang mengukuhkan keabsahan Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengasuhan Anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 Penguatan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Hal ini menunjukkan kuatnya komitmen negara, pemerintah daerah, serta partisipasi aktif masyarakat, keluarga, dan orang tua dalam mengasuh anak dan menjamin hak-haknya.

Ia berharap tindakan ini akan mencegah penelantaran, penganiayaan, penganiayaan, dan bahkan kasus yang lebih serius seperti pembunuhan bayi.

Ratifikasi Konvensi Hak Anak menegaskan pengakuan dan penghormatan khusus terhadap perlindungan dan perwujudan hak asasi anak, sehingga pemerintah Indonesia diharapkan dapat mewujudkan sepenuhnya hak-hak anak sesuai dengan komitmen tersebut.

Dukungan pemerintah terhadap hak-hak anak sangat penting karena menitikberatkan pada kepentingan anak agar dapat mengalami tumbuh kembang yang optimal.

Hal ini sejalan dengan prinsip kedua Deklarasi Hak-Hak Anak, yang menyatakan: “Anak harus menikmati perlindungan khusus dan harus diberi kesempatan dan peluang oleh undang-undang dan cara lain yang memungkinkannya berkembang secara fisik, moral, mental. dan secara sosial dengan cara yang menyembuhkan dan normal.

Untuk tujuan ini, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan pertama dalam mengeluarkan undang-undang.”

Sebagaimana dijelaskan dalam Konvensi Hak Anak, “Hak anak mencakup semua anak tanpa kecuali.

Beliau menekankan: Anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi terhadap mereka atau dari diskriminasi yang disebabkan oleh pendapat atau tindakan orang tua atau anggota keluarga lainnya.

Anak-anak yang dilahirkan di penjara karena orang tuanya terlibat dalam sistem peradilan pidana seharusnya mempunyai hak yang sama dengan anak-anak lainnya.

Asas kemanfaatan menekankan pentingnya mempertimbangkan kesejahteraan anak yang dikandungnya, meskipun ibunya sedang menjalani hukuman yang sah.

Saat mengembangkan kebijakan, penting untuk selalu mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak tanpa kecuali.

Komite Hak Anak juga menekankan pentingnya melindungi hak anak yang lahir di penjara.

Laporan dan rekomendasi pembahasan umum “anak dari orang tua yang dipenjara” menyatakan bahwa pembahasan ini berfokus pada kebutuhan dan hak khusus anak yang terkena dampak pemenjaraan orang tua dalam kerangka sistem peradilan pidana.

Perdebatan tersebut mencakup dua aspek utama: “hak anak yang tinggal bersama atau mengunjungi orang tuanya di penjara” dan “hak anak yang ditinggalkan di luar selama orang tuanya berada di penjara”.

Lanjutnya, Komite Hak Anak menekankan bahwa anak yang orang tuanya berada di penjara mempunyai hak yang sama dengan anak lainnya dan tidak boleh diperlakukan tidak adil berdasarkan status hukum orang tuanya.

Dalam perbincangan tersebut, dibahas dan diperbincangkan mengenai banyaknya anak-anak yang terkena dampak penahanan orang tuanya, serta langkah-langkah yang diambil untuk menghormati dan melaksanakan hak-hak anak-anak tersebut.

Permasalahan yang dibahas mencakup kerangka kerja yang dirancang untuk menghadapi situasi di mana anak-anak tinggal bersama orang tuanya di penjara.

Panitia menekankan perlunya memberikan layanan dan fasilitas yang memadai seperti layanan kesehatan, pendidikan, makanan, dan ruang bermain bagi anak-anak tersebut.

Selain itu, sosialisasi dan dukungan kepada orang tua juga penting agar mereka dapat lebih menjalankan perannya dalam kondisi penahanan yang terbatas.

Hak-hak perempuan hamil yang tinggal bersama ibu yang dipenjara harus dipertimbangkan secara serius, termasuk perawatan sebelum dan sesudah melahirkan yang memadai.

Durasi menyusui yang optimal juga harus dipertimbangkan ketika ibu sedang dipenjara atau terlibat dalam pengambilan keputusan lain.

Ameli menjelaskan: Penting juga untuk melindungi hak-hak anak yang lahir di lembaga-lembaga tersebut, pencatatan sipil dan kewarganegaraan.

Komite merekomendasikan agar pemerintah memastikan penyediaan layanan sosial yang memadai dan fasilitas berkualitas bagi anak-anak yang tinggal bersama orang tua yang dipenjara.

Peraturan Mandela adalah standar minimum PBB untuk perlakuan terhadap narapidana, yang ditetapkan pada tahun 2015.

Undang-undang ini memberikan perlindungan khusus bagi narapidana perempuan yang hamil, termasuk akomodasi sebelum melahirkan dan pasca melahirkan di luar penjara.

Jika anak dilahirkan di penjara, maka mereka tidak akan didaftarkan dalam akta kelahiran.

Keputusan mengenai boleh tidaknya seorang anak tinggal bersama orang tuanya di penjara harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak tersebut, dengan menyediakan fasilitas perawatan dan layanan kesehatan yang sesuai bagi anak tersebut.

UNESCO juga menekankan pentingnya anak-anak tinggal bersama ibunya ketika ibunya dipenjara, demi kepentingan anak dan keluarganya.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menekankan hak anak untuk berhubungan langsung dengan orang tuanya meskipun orang tuanya berada di penjara.

Undang-undang Bangkok dan Konvensi Hak Anak menekankan pentingnya pelayanan kesehatan yang memadai bagi perempuan hamil, masa nifas dan masa nifas, serta hak setiap anak untuk mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang baik, lingkungan yang nyaman, aman. air dan makanan bergizi. ;

“Termasuk pemeriksaan kesehatan berkala terhadap anak-anak dalam pengawasan pemerintah,” ujarnya. (mcr36/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *