saranginews.com, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan ada 6 tantangan penanganan terorisme di masa pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Dua di antaranya sangat prihatin terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang dikaitkan dengan Foreign Terrorist Fighters (FTF) dan keterlibatan anak dan perempuan dalam kegiatan teroris.
Baca Juga: BNPT Lakukan Kajian Dampak Kritis dan Sosial Terhadap PLTDG Bali
Deputi Penindakan dan Peningkatan Kapasitas BNPT Irjen Ibnu Suhaendra mengatakan, pemerintah harus hadir untuk melindungi seluruh WNI dari terorisme, termasuk rencana pemulangan WNI yang berada di pengungsian di Timur Tengah.
Kita berharap bisa menemukan mereka di sana. Ini sebagai salah satu cara untuk melindungi warga negara kita. Kita akan melakukan proses deradikalisasi terhadap mereka, kata Jenderal Ibnu dalam diskusi #terorisme tentang tantangan penanganan terorisme di Tanah Air. . Musim pemerintahan baru di Habibie Center, Jakarta pada Kamis (16/5).
Baca juga: BNPT memberikan sertifikat penerapan standar keselamatan minimum kepada 18 penanganan material kritis
Sejauh ini, pemerintah Indonesia belum mengambil keputusan mengenai pemulangan WNI ke luar negeri terkait PTF.
Meski demikian, BNPT sedang berkoordinasi dengan seluruh departemen/lembaga terkait rencana tersebut. Perlakuan terhadap WNI terkait FTF tertuang dalam Permenkopolhukam Nomor 90 Tahun 2023
Baca juga: Kepala BNPT: Tingkatkan Kualitas Penilaian Sistem Keamanan di Jelang World Water Forum
Sesuai amanat Kepmenkopolhukam Nomor 90 Tahun 2023, Kep ini mengatur tentang pergerakan dan perlakuan WNI yang terkait dengan FTF di luar negeri, ujarnya.
Tantangan penanganan teroris juga disebabkan oleh semakin banyaknya perempuan dan anak yang terlibat dalam kegiatan teroris.
Deputi 2 BNPT mengatakan saat ini lebih dari 60 perempuan dan 20 anak kecil menghadapi terorisme. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, terutama di era pra-ISIS.
“Kelompok teroris ISIS mengizinkan perempuan dan anak-anak untuk membentuk umat,” katanya.
Keterlibatan perempuan dan anak dalam terorisme biasanya dilakukan dengan cara yang sederhana dan menggunakan alat yang sederhana dan murah.
“Pelanggaran terorisme hanya melibatkan pisau atau tangga,” ujarnya.
Kedudukan perempuan dan anak dalam keterlibatan dalam terorisme juga menjadi perhatian penting karena aksi terorisme harus dicegah dengan hadirnya peran perempuan khususnya ibu yang dapat menjadi garda terdepan dalam penanaman nilai-nilai toleransi dan kerukunan. . .
“Kami menemukan bahwa anak-anak yang terlibat dalam terorisme diajarkan sejak kecil. Terorisme tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi bertahap karena intoleransi dan radikalisme. Oleh karena itu, peran ibu dan peran keluarga sangat penting dalam mengajarkan nilai-nilai tersebut, pemahaman. bangsa dan keharmonisan dalam keluarga,” ujarnya.
Selain kedua tantangan tersebut, terdapat juga empat tantangan lainnya, yaitu terkait dengan berulangnya terorisme, potensi kekerasan di Papua, penggunaan teknologi, dan pendanaan terorisme. (lantai/jpnn)