saranginews.com, NUSA DUA – Pertamina Energi Baru dan Terbarukan (Pertamina NRE) memimpin transisi energi dan dekarbonisasi di lingkungan Pertamina Group dengan fokus mengembangkan bisnis rendah emisi.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Pertamina NRE John Anis dalam diskusi panel bertajuk ‘Peta Jalan Transisi Energi Indonesia’ di Paviliun Indonesia pada World Water Forum ke-10, Senin (20/5).
BACA LEBIH LANJUT: Kemitraan atletik Pertamina dan Mandalika dukung pemain muda Indonesia mendunia
Setelah G20, Indonesia menjadi tuan rumah acara konferensi global seperti World Water Forum ke-10.
Terpilih sebagai tuan rumah merupakan bukti komitmen kuat Indonesia terhadap isu lingkungan hidup dan keberlanjutan.
BACA LEBIH LANJUT: Pertamina dan Cita Srikandi berencana promosikan peran perempuan Indonesia
Tidak hanya air, isu keberlanjutan lainnya juga dibahas dalam acara tersebut, salah satunya transisi energi.
Dalam diskusi panel tersebut, John menyampaikan agar Pertamina turut berkontribusi dalam peta transportasi energi di Indonesia.
BACA LEBIH LANJUT: Pertamina International Shipping perkuat posisi Indonesia di peringkat industri maritim global
“Pembentukan Pertamina NRE merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam mendukung tujuan Net Zero Emissions yang dicanangkan pemerintah,” kata John dalam keterangan resmi, Selasa (21/5).
Sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia, Pertamina berfokus pada perlindungan keamanan energi dan promosi bisnis sambil mendukung ambisi netralitas karbon pada tahun 2060.
Hal ini dilakukan dengan menerapkan strategi pertumbuhan dua arah, yaitu memperkuat usaha yang sudah ada dan membangun usaha rendah karbon.
Dalam sambutannya, John mengatakan, Pertamina NRE menjadi yang terdepan dalam membangun bisnis rendah karbon.
Beberapa paket bisnis yang menjadi prioritas strategis Pertamina NRE antara lain ketenagalistrikan, panas bumi, efisiensi energi, hidrogen bersih, dan energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan biomassa. Ia juga memiliki bisnis baterai, bisnis karbon dan bioetanol.
Pada tahun 2029, Pertamina NRE menargetkan kapasitas terpasang panas bumi dan energi terbarukan lainnya mencapai 6 gigawatt (GW), 630 ribu kiloliter (KL), kapasitas produksi clean hydrogen sebesar 77 ribu ton per tahun (ktpa). dan sekitar 19 juta ton kredit karbon CO2 terjual.
Sejumlah inisiatif Pertamina yang dapat mendorong dekarbonisasi antara lain efisiensi energi, penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), solusi berbasis alam (NBS) dan kredit karbon berbasis teknologi untuk industri hulu migas dan lainnya.
Khusus kredit karbon, Pertamina NRE telah menjualnya secara carbon exchange, dan operasi komersial hingga saat ini berjumlah 561 ribu ton CO2.
Pembeli kredit karbon berasal dari industri pertambangan, perbankan, dan penerbangan.
Untuk panas bumi, Pertamina NRE menargetkan peningkatan kapasitas terpasang lapangan panas bumi menjadi 1,4 GW pada tahun 2029 melalui anak usahanya PT Pertamina Geotermiki Energetika Tbk (PGE).
Saat ini, kapasitas terpasang panas bumi PGE mencapai 672 MW dan akan ditingkatkan secara agresif baik secara fisik maupun mental.
Kedepannya, Pertamina NRE akan menjadi pemasok bioetanol untuk biofuel produksi Pertamina yakni Pertamax Green.
Sesuai dengan perkembangan perekonomian negara, kebutuhan Pertamax Green diperkirakan mencapai 51 juta KL pada tahun 2034.
Vice President Corporate Communications PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengatakan, Pertamina mendukung penuh tujuan pemerintah untuk mencapai net zero emisi pada tahun 2060.
Berbagai inisiatif pengurangan limbah ini diterapkan di seluruh bisnis Anda, terutama melalui PNRE, yang memainkan peran penting dalam transisi energi.
“Inisiatif transformasi dan dekarbonisasi energi terus dilakukan di seluruh sektor bisnis untuk menjaga keberlanjutan energi di masa depan,” kata Fadjar.
Komitmen mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) selalu ditunjukkan oleh Pertamina tidak hanya dalam bentuk inisiatif bisnis, namun juga melalui penerapan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). (mrk/jpnn)