Koalisi Masyarakat Sipil Khawatir Revisi UU TNI Kembalikan Dwifungsi ABRI

saranginews.com, Jakarta – Beberapa organisasi anggota Aliansi Masyarakat Sipil kembali menyoroti kabar pembahasan revisi UU TNI yang digelar di Republik Demokratik Kongo pekan ini.

Permasalahan ini juga turut dibahas oleh aktivis Instituto Imparsial, Setara, LBH Jakarta, KontraS dan Walhi dalam debat bertajuk “Menyikapi Kembalinya Dwi Peran ABRI, Perluasan Kewenangan TNI dan Persoalan Peradilan Militer di TNI”. Debat RUU di Republik Demokratik Kongo pada 22 Mei 2024.”

Baca juga: LBH Surabaya Soroti Keadilan Militer dalam Proyek Revisi UU TNI

Aktivis Wali dan Penulis Kajian Kritis RUU TNI, Teo Revelsen, dalam debat tersebut mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima naskah akademik dan rancangan undang-undang (RUU).

Artinya, proses pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara tertutup, kata dia. Alhasil, pihaknya hanya merujuk pada klarifikasi Babinkom TNI Angkatan Darat terkait pasal-pasal yang akan diubah dalam UU TNI.

Baca Juga: Mantan Tim Mawar Blak-blakan Soal Rumor Jaafari Chamseddine Gabung Pemerintahan Prabowo Gebran

“Pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara transparan dan tidak bertanggung jawab,” kata Teo dalam debat yang ditayangkan di akun YouTube Imparsial, Minggu (19/5).

Menurut Teo, kenaikan usia pensiun TNI AD akan menimbulkan permasalahan baru bagi institusi militer sehingga memperparah permasalahan kelebihan perwira yang tidak mempunyai jabatan.

Baca juga: Video Viral Sensasional, Diduga Mahasiswa Jambi, Reza AKBP Ungkap Hal Ini

“Keterlibatan TNI dalam proyek-proyek pembangunan atau yang disebut Proyek Strategis Nasional (PSN) akan menempatkan TNI pada posisi vis-à-vis masyarakat, seperti pembebasan lahan atau penyelesaian konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitar.” Dia berkata.

Sementara itu, aktivis/penulis KontraS kajian kritis militer Indonesia, Bill Andi M. Rizaldi mengatakan, penting untuk terus melakukan reformasi militer Indonesia agar berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat dan peristiwa pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan tidak terjadi. ​yang terjadi pada masa rezim baru dapat dihindari. Sistem ini tidak akan terjadi lagi di masa depan.

“Dari sisi peradilan militer, revisi UU TNI saat ini sebenarnya bertujuan untuk menghapus atau melanggengkan sistem peradilan militer di TNI,” kata Andy.

Persoalannya, lanjutnya, peradilan militer sendiri seringkali gagal memberikan keadilan kepada korban dan menjadi sarana impunitas bagi anggota TNI yang melakukan kejahatan.

Menurut dia, pengadilan militer dalam kasus penghilangan paksa pada 97-98, misalnya, hanya memberikan hukuman ringan kepada pelakunya, meski akhirnya pelaku mendapat posisi strategis di TNI/Kementerian Pertahanan.

“Dengan dihilangkannya sistem peradilan publik terhadap prajurit TNI yang melakukan kejahatan, maka akan tercipta impunitas atas kejahatan yang dilakukan anggota TNI,” kata Andy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *