Kebijakan Gas Murah Dinilai Memberatkan APBN & Bisa Menghancurkan Industri

saranginews.com, JAKARTA – Profesor Hamid Paddu, pakar ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin, menilai langkah pemerintah dalam menghentikan penggunaan harga gas bumi (HGBT) sudah tepat bagi dunia industri.

Menurut dia, selain membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), HGBT bagi industri bisa merugikan industri itu sendiri.

BACA JUGA: Kasus Investasi Bodong di Ombudsman BTN Gelar Pertemuan dengan OJK, LPS, dan Kementerian BUMN

“Menghilangkan subsidi gas industri merupakan langkah tepat. Tidak perlu melakukan ekspansi karena gas bersubsidi otomatis membebani APBN. Ini juga akan menghancurkan jaringan seiring berjalannya waktu,” kata Hamid.

Menurut Hamid, subsidi sebaiknya diberikan kepada mereka yang mampu atau mampu.

Baca selengkapnya: Perbaiki Hutan Rakyat Pupuk Kaltim, Tanam 1.600 Anakan di Kawasan ICN

Jika diberikan kepada kelompok industri yang terorganisir dengan baik, sumber daya negara akan dialokasikan. Kondisi seperti ini pada akhirnya dapat menyebabkan kesenjangan yang semakin besar. Karena uang ditransfer ke sekelompok orang kaya.

“Sebenarnya subsidi diberikan kepada masyarakat tidak mampu atau miskin. Hal ini membuat masyarakat miskin menjadi kurang mampu karena mereka menerima lebih sedikit dukungan. Sedangkan jika diberikan kepada industri atau kelompok kaya yang memiliki banyak aset maka salah sasaran. “Ini sungguh menyulitkan APBN,” seru Hamid.

BACA JUGA: RUPST 2023: Telkom akan bagikan dividen Rp 17,68 triliun

Kebijakan HGBT bagi industri muncul pada saat merebaknya Covid-19, ketika dunia usaha dan industri kesulitan menjual produk karena permintaan yang sangat terbatas.

“Namun, seperti biasa, kebijakan ini harus dibatalkan. “Sudah saatnya anggaran dialihkan ke sektor-sektor produktif seperti pertanian, yang akan memberikan nilai tambah dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi,” jelas Hamid.

Dari sudut pandang lain, Hamid memperingatkan bahwa terus memenuhi HGBT dapat menghancurkan industri ini.

Mengapa? Sebab suatu perusahaan atau industri yang mendapat subsidi terus menerus akan menjadi child industri yang memerlukan subsidi terus menerus.

Hal ini juga akan menurunkan kualitas produk karena perusahaan tidak efisien.

“Lama-kelamaan industri ini tidak akan mampu bersaing di pasar karena tidak mampu beroperasi seefisien perusahaan atau industri yang tidak mendapat subsidi. Industri ini akan segera runtuh,” jelasnya.

Menurut Hamid, industri yang memerlukan subsidi adalah industri profesional.

Sebaliknya, industri profesional tidak mau menerima subsidi.

“Kalau dia profesional pasti tahu subsidinya bertahap naik. Itu merusak usahanya,” kata Hamid (chi/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *