ICTR: Perdagangan Karbon Harus Sesuai Hukum dan Menjaga Kedaulatan Negara

saranginews.com, JAKARTA – Kajian Karbon Indonesia (ICTR) menyerukan perdagangan karbon harus mematuhi hukum dan kedaulatan nasional.

Hal ini diperlukan untuk melaksanakan perdagangan karbon yang bertanggung jawab dan komprehensif berdasarkan prinsip kedaulatan nasional dan pengelolaan sumber daya alam.

BACA JUGA: ICTR: Perdagangan karbon harus bersih dari praktik greenwashing

Ketua ICTR Wieldan Akbar mengatakan pelaku usaha perdagangan karbon di Indonesia wajib mematuhi peraturan yang ada.

Dikatakannya, pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor. 98 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Ekonomi Karbon dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 21 Tahun 2022 yang keduanya mengatur peraturan perdagangan karbon di Indonesia.

BACA JUGA: Pengawasan Kebijakan Publik: Perdagangan karbon yang tidak diatur melanggar Konstitusi

“Kami sepakat dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bahwa perdagangan karbon harus dilakukan secara bertanggung jawab dan komprehensif untuk menjaga kedaulatan negara dan pengelolaan sumber daya alam, serta menghindari praktik ‘greenwashing’ dan ‘phantom carbon’. ” kata Wieldan Akbar.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan dan melaporkan pelaksanaan perdagangan karbon dalam Sistem Daftar Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).

BACA JUGA: Menanggapi isu perdagangan karbon, Senator Filep menyatakan kebutuhan mendesak akan kepastian peraturan di kawasan

Namun masih terdapat perusahaan yang belum mendaftarkan dan melaporkan perdagangan karbonnya di PPI SRN.

“Kami menemukan adanya dugaan green washing yang dilakukan oleh perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang memproduksi kayu lapis bernama PT. Austral Byna,” kata Wieldan Akbar.

“PT. Austral Byna diketahui terlibat dalam Proyek Konservasi Muara Teweh di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Namun proyek konservasi tersebut dikelola oleh Fairatmos Pte. Ltd. yang berkedudukan di Singapura dan bukan merupakan pemegang konsesi sah di lokasi yang sedang dilakukan tindakan mitigasi,” kata Wieldan Akbar lagi.

Menyikapi hal tersebut, Wiledan Akbar mengatakan, ICTR meminta pemerintah melaksanakan undang-undang tersebut dan perusahaan terkait harus mematuhi peraturan yang ada (jum/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *