Dina Hidayana: Political Gastronomy Harus jadi Landasan Program Makan Siang Gratis

saranginews.com – Jakarta – Menteri Pertahanan dan Pangan Dina Hidayana menilai program makan siang gratis yang digagas Prabowo Gebran merupakan upaya mewujudkan slogan kehadiran negara untuk melahirkan generasi tangguh.

Merujuk pada pepatah Mensana corpore sano yang berarti ada semangat yang kuat di dalam tubuh yang sehat, Dina mengatakan ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas gizi pangan bagi masyarakat adalah suatu keharusan.

Baca juga: Dalam Kunjungannya ke China, Prabowo Belajar Budaya Makan Siang Gratis di Sekolah

“Membangun tubuh atau tubuh yang sehat menjadi landasan utama untuk mencetak manusia produktif, cerdas, kuat, dan memiliki harapan hidup lebih lama,” kata Dina Hidayana di Jakarta, Senin (29/4).

Dina menyatakan, Indonesia masih masuk dalam kategori kelaparan sedang berdasarkan Global Hunger Index (GHI) 2022 yang merilis data negara-negara dengan tingkat kelaparan tertinggi.

Baca juga: Media Asing Kritik Perwakilan Bank Dunia atas Komentar Program Makan Siang Gratis yang Diusung Prabowo

GHI melaporkan Indonesia menduduki peringkat ke-77 dari 121 negara yang diteliti, bahkan lebih buruk dibandingkan Laos.

“Indonesia belum memasuki fase kelaparan rendah. Artinya kemiskinan, stunting, gizi, penyakit, kecerdasan, produktivitas, dan lain-lain masih menjadi perdebatan,” kata Dina.

Dalam pandangan kami, keinginan memberikan insentif pangan berupa makan siang gratis kepada pelajar Indonesia merupakan program strategis yang harus dibarengi dengan perbaikan manajemen terpadu dari hulu hingga hilir.

“Bukan hanya upaya serius untuk memperbaiki sektor pertanian dalam arti luas untuk memastikan bahan baku yang digunakan dalam makan siang dapat mengandalkan kapasitas pertanian lokal, tetapi juga untuk mengembangkan kembali selera pangan lokal (gastronomi politik) dalam variasi menu.

Dina mengatakan, banyak penelitian terkini yang membahas preferensi pangan generasi saat ini menunjukkan pentingnya beralih dari cita rasa tradisional ke cita rasa modern, misalnya saja pangan impor lebih digemari dibandingkan jenis lokal.

Oleh karena itu, Dina memprediksi jika generasi muda lebih memilih makanan luar negeri dengan meminggirkan makanan tradisional Indonesia, maka kearifan lokal khususnya makanan pasti cepat atau lambat akan kehilangan budaya makanan kita dari Ibu Pertiwi.

“Selanjutnya kedaulatan dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia hanya akan menjadi catatan sejarah. Akulturasi atau asimilasi terhadap produk atau budaya asing tidak boleh merusak keindonesiaan kita,” tegas Dina.

Dina juga menyarankan untuk memanfaatkan gastronomi politik dengan merombak pangan lokal agar sesuai dengan selera dan selera anak muda masa kini.

“Gastronomi politik dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan program makan siang gratis. Generasi sekarang, khususnya pelajar Indonesia, akan secara nyata ditunjukkan dengan kehadiran negara dalam menjaga hak-hak dasar warga negaranya sejalan dengan pemanfaatan yang optimal. kekuatan sumber daya,” pungkas Dina ketersediaan sumber daya nasional dengan mengurangi impor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *