saranginews.com, Berlin – Yang Mulia Robert Haebeck, Wakil Rektor Jerman, memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,11% pada kuartal I 2024.
Demikian pesan yang disampaikan Yang Mulia Robert Habeck, Menteri Perekonomian dan Aksi Iklim Republik Federal Jerman, kepada Erlanga Hartartau, Menteri Koordinator Perekonomian, dalam pertemuan bilateral di Berlin, Jerman. 6/5).
BACA JUGA: Menko Erlanga singgung 3 isu penting saat berbicara di OECD
Pertemuan dua negara ekonomi besar kawasan ASEAN dan Eropa ini membahas berbagai kerja sama di bidang industri, perdagangan dan investasi, energi dan pengembangan sumber daya manusia.
Menko Ellinga dalam sambutannya menyampaikan, laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2024 sebesar 5,11% (year-on-year), tertinggi sejak tahun 2015.
Baca juga: Menko Erlanga Resmi Terima Roadmap Indonesia Gabung OECD
Banyak lembaga pemeringkat juga mengkonfirmasi pertumbuhan ekonomi yang solid pada kuartal pertama dan memberikan komentar positif bahwa perekonomian Indonesia tetap tangguh dan didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabil.
Data ketenagakerjaan yang dirilis hari ini (per Februari 2024) juga mencerminkan capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin berkualitas.
Baca juga: Kuliah Tamu London School of Economics, Visi Optimis Menko Erlanga ‘Indonesia Emas 2045’ Akan Terwujud
“Jika dibandingkan Februari 2023, jumlah penduduk bekerja bertambah 3,55 juta orang menjadi 14.218 orang, sedangkan jumlah pengangguran bertambah 7,2 juta orang menjadi 790.000 orang dibandingkan Februari 2023,” jelas Menko Erlanga. Keterangan, Senin (6/5).
Menko Erlanga mengatakan, situasi tersebut menyebabkan proporsi pekerja tetap meningkat menjadi 40,83% atau lebih tinggi dibandingkan Februari 2023 (39,88%).
Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan jumlah pekerja yang berstatus pekerja, pegawai atau pegawai, naik 2,66% dari tahun ke tahun.
Di sisi pengeluaran, Menko Erlanga mengungkapkan semakin tingginya tingkat pemulihan berbagai belanja pemerintah, khususnya belanja pemilu, membuat konsumsi pemerintah meningkat hingga 19,9% setiap tahunnya.
“Hal ini juga tercermin pada konsumsi korporasi nirlaba dalam negeri (LNPRT) yang mencapai 24,29% (year-on-year) akibat kampanye pemilu,” jelasnya.
Lebih lanjut Menko Erlanga melanjutkan, konsumsi dalam negeri dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) masih menjadi sumber pertumbuhan utama, meski ekspor neto negatif.
Situasi ini menunjukkan bahwa permintaan domestik masih kuat dan didukung kebijakan fiskal sebagai shock absorber untuk menghadapi situasi ketidakpastian global saat ini.
Menko Erlanga kembali menegaskan melalui berbagai pencapaian kondisi perekonomian, Indonesia berhasil menjadi salah satu negara yang kuat dan stabil dibandingkan banyak negara lain seperti Malaysia (3,9%), Korea Selatan (3,9%). . 3,4%), Singapura (2,7%) dan Meksiko (1,6%).
Pertumbuhan ekonomi nasional tersebut dibarengi dengan tingkat inflasi yang rendah dan terkendali yaitu sebesar 3,0%, lebih rendah dibandingkan negara lain seperti India (4,9%), Brazil (3,9%) dan Filipina (3,7%).
“Melihat sisa tahun 2024, kondisi perekonomian global diperkirakan akan terus menghadapi ketidakpastian yang berasal dari kebijakan suku bunga yang tinggi, meningkatnya ketegangan geopolitik, dan lemahnya permintaan global.”
Namun Menko Airlanga menyampaikan, berdasarkan “World Economic Outlook” yang dirilis Dana Moneter Internasional (IMF) pada April 2024, perekonomian nasional diperkirakan akan mempertahankan elastisitas sekitar 5% pada tahun 2024 dan mencapai pertumbuhan pada tahun 2025. Pertumbuhan ekonomi global dan negara-negara berkembang akan berada di atas rata-rata. .
Guna menjaga pertumbuhan ekonomi, pemerintah mencanangkan serangkaian strategi, antara lain menjaga daya beli dan stabilitas harga melalui kebijakan bantuan sosial, pengendalian inflasi melalui pajak pertambahan nilai (DTP) properti, 4K, dan lain-lain.
Hal ini kemudian mempercepat efektivitas kebijakan dengan menjaga ketahanan sektor eksternal dengan meningkatkan pendapatan DHE SDA dan memperkuat implementasi LCT, memberikan nilai tambah pada sektor lain melalui hilirisasi kendaraan listrik (EV) dan mempercepat transisi energi. (mrk/jpnn)