saranginews.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Yokowi) tengah gencar mendorong persetujuan perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) RI-Vietnam, agar lolos proses ratifikasi DPR dan resmi berlaku.
RI dan Vietnam saat ini sedang mempersiapkan dan menyempurnakan pengaturan pelaksanaan untuk mendefinisikan secara jelas hak dan kewajiban spesifik kedua belah pihak.
BACA JUGA: Beijing memperingatkan Amerika untuk tidak ikut campur dalam konflik Laut Cina Selatan
Pada bulan Mei 2024, Indonesia dan Vietnam mengadakan 3 pertemuan teknis yang membahas teks (pengaturan yang diterapkan) terkait tumpang tindih yurisdiksi ZEE dan landas kontinen. Namun hingga hari ini, kedua pihak masih memiliki perbedaan besar mengenai ketentuan spesifik perjanjian tersebut.
Penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU) oleh kapal penangkap ikan Vietnam di Laut Cina Selatan (LCS) selalu menjadi ancaman tersembunyi terbesar terhadap keamanan maritim di SHS. Diantaranya, konflik perikanan yang paling intens adalah dengan Indonesia.
BACA JUGA: ASEAN, Australia bahas Laut China Selatan, China keluarkan peringatan
Meskipun Indonesia dan Vietnam telah menandatangani Perjanjian Batas ZEE, penangkapan ikan dari kapal penangkap ikan Vietnam masih sering terjadi.
Data Indonesia’s Ocean Justice Initiative (IOJI) mengungkapkan, 28 kapal asing berbendera Vietnam yang terlibat penangkapan ikan ilegal terdeteksi di Laut Natuna Utara pada kuartal pertama tahun 2024.
BACA JUGA: COC Laut China Selatan harus mampu menghentikan perilaku agresif China
Dalam proses perundingan, Indonesia berkali-kali mengusulkan untuk menambahkan konten kerja sama pemberantasan IUU fishing di wilayah-wilayah yang tumpang tindih yurisdiksinya dalam Perjanjian Implementasi, namun Vietnam menolaknya dengan alasan IUU fishing bukan wilayah utama kerja sama.
Hal ini menunjukkan bahwa Vietnam tidak memiliki niat untuk memberantas aktivitas IUU fishing yang dilakukan oleh para nelayannya, serta menunjukkan kurangnya itikad baik dan kurangnya semangat kerja sama dalam proses perundingan.
Mengenai kewajiban terkait perlindungan lingkungan laut, Vietnam bersikap ambigu dan berupaya memberikan ruang bagi kegiatan ilegalnya. Misalnya, RI berharap peraturan pelaksanaannya dapat memperjelas kewajiban kedua belah pihak dalam menjaga dan melindungi lingkungan laut. Vietnam menilai usulan RI berpotensi melampaui cakupan UNCLOS sehingga enggan memasukkan usulan tersebut.
Selain itu, kerangka penangkapan ikan pukat-hela (trawl) udang yang diusulkan oleh Vietnam untuk menangkap spesies sesil masih membawa risiko kerusakan terhadap lingkungan laut. Karena cara ini merupakan cara penangkapan ikan yang dominan digunakan oleh nelayan Vietnam untuk menangkap teripang dan kerang, maka jaring pukat ini mirip dengan pukat dasar.
Penangkapan ikan dengan pukat pohon (tree trawl) merupakan salah satu metode penangkapan ikan yang secara tegas dilarang di Indonesia dan akan berdampak negatif terhadap keanekaragaman biota perairan. Menurut laporan Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) tanggal 15 Desember 2023, industri perikanan Vietnam, khususnya pukat dasar laut, telah menimbulkan kerusakan serius terhadap lingkungan laut.
Meskipun upaya penangkapan ikan meningkat, hasil tangkapan mengalami stagnasi sejak tahun 1990an, dengan total stok ikan di Laut China Selatan hampir habis. Pada tanggal 4 Mei 2024, kapal patroli Orca 02 milik PKT menangkap dua kapal pukat Vietnam di Laut Utara Natun. Sebanyak 15 awak kapal asing ditangkap dan 15 ton ikan ilegal disita. Dua kapal Vietnam ditarik ke pangkalan PSDKP Batam untuk dilakukan penyelidikan.
“Kapal ini membuat marah nelayan setempat. Penggunaan pukat (trawl) udang merusak terumbu karang. Kerusakan lingkungan yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan kerugian ekonominya,” kata Pung Nugroho Saxono, Plt Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP).
Menurutnya, laut Vietnam rusak dan tidak ada ikan karena nelayan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring pukat.
Jika Vietnam melakukan penangkapan ikan yang merusak di wilayah yang tumpang tindih, bahkan di ZEE Republik Indonesia, Indonesia akan menjadi pihak pertama yang terkena dampak terbesar. “RI harus tegas dan tidak berkompromi dengan tuntutan Vietnam yang tidak masuk akal,” ujarnya (jlo/jpnn) Jangan lewatkan video terbaru: