saranginews.com, JAKARTA – Manajemen P3I (Pusat Pelatihan Asuransi Indonesia) mendesak Bareskrim Polri segera mengusut kasus notaris berinisial FM pada 20 Juni 2023.
Sebab, hingga usia pelaporan 11 bulan belum ada titik terang.
BACA JUGA: Bareskrim Polri Tolak Laporan TPDI, Petrus Celestinus: Aneh
Oleh karena itu, pelapor kembali meminta Baresrim Polri segera mengadili kasus tersebut dengan memperhatikan laporannya secara serius.
Manajemen P3I (Pusat Pelatihan Asuransi Indonesia) belum lama ini mengatakan, “Soal penetapan tersangka, tergantung penyidik yang menuntaskan kasusnya.”
BACA JUGA: Penggerebekan Lab Rahasia di Semarang, Bareskrim Polri Tangkap Sabu dan MDMA
Notaris FM diduga melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara 5 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP.
Hal ini berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/155/VI/SPKT/BARESKRIM Polri tanggal 20 Juni 2023.
BACA JUGA: Connie Bareskrim Laporkan Polisi, Sahroni: Polisi Tak Ikut Drama Politik
Manajemen P3I menilai persoalan ini sebenarnya sederhana, sebab pelapor memberikan bukti kepada penyidik Bareskrim Polri.
Namun status perkaranya masih belum jelas, kalau tidak salah masih dalam tahap penyelidikan.
Sesuai petunjuk dalam dokumen tersebut, setelah membayar pembelian tanah di kawasan terpadu, kelompok usaha ini bermitra dengan Notarius FM untuk mengelola pengelolaan lahan di BPN Bogor.
Pada tanggal 8 Januari 2019, Kantor Notaris FM menerbitkan tanda terima yang ditandatangani olehnya dan pemilik tanah/dokumen.
Pengurus P3I mengatakan, permasalahan muncul saat mereka hendak mencabut surat-surat yang dipercayakan kepada mereka sebagai pemilik tanah.
Namun Notaris FM dengan tegas menolak pengembalian dokumen tersebut kecuali disertai akta resmi yang ditandatangani kedua belah pihak (penjual tanah/pemilik lama dan pembeli) di hadapan notaris.
Pengurus P3I mempertanyakan apakah tanda terima yang dikeluarkan kantor notaris XM (01/08/2019) berarti notaris XM mengakui peralihan kepemilikan.
Notaris FM tidak paham kalau akta-akta yang bertahun-tahun dipegangnya itu bukan milik kantor notaris, bukan akta notaris?
“Mungkin sikap Notaris FM itu bermula dari tanda terima tertanggal 3 Mei 2017 yang ditandatanganinya di Notaris MGH di Karawang, yang menyimpulkan bahwa” akta-akta tersebut hanya dapat diambil bersama oleh penjual dan pembeli. “
Berdasarkan informasi dari Pengurus P3I, kwitansi yang dikeluarkan oleh kantor Notaris FM sudah tidak berlaku lagi (03.05.2017).
Pengurus P3I menilai Notaris FM mungkin telah melupakan asas Lex Posterior Derogat Legi Anteriori, undang-undang terbaru (alat bukti hukum) (8/1/2019) mengesampingkan alat bukti hukum sebelumnya.
Dengan demikian, apabila seluruh surat-surat tanah diminta oleh pemilik/pelanggan yang sah, maka notaris wajib mengembalikannya.
“Selanjutnya, Notaris dapat digolongkan sebagai akta-akta yang mengarah pada tindak pidana korupsi selama menjabat sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP,” demikian pendapat pengurus P3I.
Tidak ada dokumen yang terbuang
Menanggapi pernyataan pengurus P3I, Notaris FM membantah tegas kliennya melakukan pemalsuan dokumen.
“Tidak ada pengambilan dokumen. “(Semuanya) tersimpan baik di kantor saya,” kata Notarius FM.
Notaris MFA menegaskan, pada prinsipnya notaris hanya ingin menyampaikan akta di hadapan kedua belah pihak dan melaporkan.
“Berkumpullah asal mereka mau mengambilnya. “Saya sudah menyampaikan berkali-kali kepada partai maupun Bareskrim (Polri),” kata FM.
Menurut Notaris FM, dirinya sangat kooperatif dengan panggilan Bareskrim Polri. “Dan saat ini sedang dilakukan upaya untuk mempertemukan para pihak. Saya minta Bareskrim turun tangan,” kata Notaris Menlu.
Tidak diizinkan
Sayful Anam, pengacara sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, mengatakan notaris tidak mempunyai kewenangan sebagai petugas penitipan.
“Dengan demikian Notaris tidak dapat menjamin atau dalam hal ini Notaris tidak menunjukkan akta-akta yang sebenarnya milik pembeli atau penjual,” kata Saiful Anam.
Saiful Anam mengaku merupakan pengacara dari Ikatan Notaris Jakarta, sehingga memahami hal seperti itu.
“Namun dalam praktiknya, banyak notaris yang melampaui kewenangannya dalam menyimpan atau tidak menyerahkan dokumen. Bahkan sebelum pembayaran pembeli selesai, notaris biasanya menguasai dokumen tersebut. Hal ini dilarang keras,” kata Sayful Anam.
Menurut Saiful Anam, jika pengaduan etik diajukan ke Dewan Etik, maka yang bersangkutan bisa dikenakan sanksi.
“Jika pengaduan diajukan ke Dewan Etik maka akan terkena dampaknya karena Notaris tidak diperbolehkan untuk memulai, memelihara atau menjamin transaksi tersebut,” kata Saiful Anam.
Saiful Saiful mendalilkan, notaris biasanya tidak mempunyai kewenangan untuk menahan akta karena akta tersebut tetap harus ditempatkan olehnya sebagai pemilik hak atas akta yang diproses oleh notaris tersebut.
“Meskipun notaris sangat dapat diandalkan, namun mereka tidak mau mempercayai suatu dokumen karena risiko hukumnya terlalu besar bagi notaris yang bersangkutan,” kata Saiful Anam.
Secara teori, menurut Saiful Anam, notaris tidak diperbolehkan menahan atau menjaminkannya, termasuk tidak menunjukkan surat-surat yang bukan milik yang bersangkutan (jum/jpnn).