Peneliti TSRC Sebut Kompleksitas Pemilu 2024 Munculkan Fenomena Split-Ticket Voting

saranginews.com, Jakarta – Peneliti Strategic Research Consulting (TSRC) Elly Setiawan mengatakan rumitnya pemilu 2024 menyebabkan fenomena menguatnya split voting di Indonesia.

TSRC sendiri melakukan kajian terhadap fenomena tersebut di dua daerah pemilihan: Jawa Timur V dan DKI Jakarta III.

Baca juga: Calon Anggota DPR Terpilih Harus Mundur Jika Dicalonkan Jadi Calon Daerah

Ia menjelaskan, kekuatan politik yang fokus pada ketiga poros tersebut kuat dan dinamis.

Menurut dia, ada empat faktor yang bisa menjelaskan menguatnya split voting.

Baca juga: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Yakin Ilman Guzman Berhak Mencalonkan Diri di Pilkada DPD PSU Sumbar.

Pertama adalah dampak polusi. Pak Elie menjelaskan, temuan TSRC di kedua daerah pemilihan menunjukkan bahwa ketidaklinieran antara pemilih partai dan pemilih presiden disebabkan oleh dampak polusi.

“Semua calon legislatif di semua tingkatan pemilu senantiasa mempertimbangkan isu pencemaran dalam kampanye calon presiden dan wakil presiden yang disponsori partainya,” kata Ely “penguatan sumber daya manusia,” ujarnya saat mengumumkan hasil survei. “Pemilu – Tinjauan Strategis dan Dinamika Pemilu 2024 di Dapil Jawa Timur V dan Dapil DKI Jakarta III” secara daring, Jumat (17/5).

Ia mengatakan, ketika calon presiden dan wakil presiden mempunyai keunggulan di suatu daerah pemilihan, calon anggota DPR cenderung melakukan kampanye besar-besaran dengan harapan bisa memberikan dampak positif terhadap polusi dengan meraih suara.

“Bagaimanapun, jika calon presiden bukan dari kelas atas, ada kecenderungan untuk menghindari calon anggota parlemen.”

Akibatnya, kata Elie, terjadi distribusi suara antar partai dan perolehan suara calon presiden dan wakil presiden yang tidak linier.

Faktor kedua, lanjut Elie, komposisi calon turut mempengaruhi terjadinya split-ticket voting.

“Semakin banyak kandidat yang diajukan suatu partai, maka semakin rentan perolehan suara partai,” katanya.

Faktor ketiga adalah dampak rendahnya identitas antara masyarakat dan partai politik. Menurut Elie, menguatnya politik kepribadian dan rendahnya identitas kepartaian di Indonesia membuat pemilih lebih menempatkan preferensi politiknya pada partai politik dibandingkan partai.

Namun fenomena tersebut hanya terjadi pada bidang pemilu eksekutif, sedangkan pada pemilu parlemen, survei yang dilakukan di dua daerah pemilihan masih menunjukkan loyalitas pemilih terhadap partai politik, ujarnya.

Faktor keempat yang dijelaskan Elie adalah pemungutan suara ekonomi yang akan terjadi pada Pilpres 2024.

Hal ini menunjukkan adanya hubungan linier antara tingginya tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi dengan dukungan pemilih terhadap Prabowo-Gibranbi.

Artinya, pemilih yang merasa perekonomiannya membaik di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, kemungkinan besar akan mendukung calon presiden dan wakil presiden yang terkait dengan Jokowi, kata Ellie (mcr8/jpnn) menutup.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *