Pemerintah Harus Lakukan Ini untuk Atasi Penurunan Muka Tanah Jakarta

saranginews.com, JAKARTA – Status Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta kini memasuki zona kritis hingga terganggu akibat pemanfaatan air tanah di atas ambang batas normal yang direkomendasikan.

Saat ini tercatat eksploitasi air tanah sudah mencapai 40 persen dari batas aman sebesar 20 persen.

BACA JUGA: Wilayah Jaksel Alami Penurunan Tanah Parah, Waspada

Jika tidak dicarikan solusi, kerusakan ini akan menimbulkan berbagai dampak lingkungan, seperti pencemaran air di ufuk atas dan bawah serta penurunan permukaan tanah.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Forum Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Suchi Fitria Tanjung yang ditemui media, Jumat (10/5).

BACA JUGA: Luas tanah Jakarta menyusut karena praktik ilegal

“Jika dieksploitasi secara berlebihan, maka tanah di Jakarta kehilangan kemampuannya untuk menyokong tanah tersebut,” kata Suu Kyi.

Dampak yang paling terlihat, kata Suchi, adalah kondisi geologi Jakarta Utara yang sudah berada 4 meter di bawah permukaan laut.

BACA JUGA: Komisi Yudisial dan Komjak Pantau Sidang Mafia Tanah Jakarta

Suci mengatakan, salah satu cara mengendalikan penurunan permukaan tanah adalah dengan mengendalikan pengambilan air tanah dalam.

Ia mengatakan, peraturan sudah dikeluarkan beberapa tahun lalu mengenai zona bebas air tanah, khususnya di zona protokol seperti kawasan Kuningan.

Namun, lanjut Suu Kyi, hal tersebut saja belum cukup mengingat 90 persen permukaan tanah Jakarta ditutupi beton.

Menurutnya, pasti ada daerah aliran sungai yang mengalir hingga ke dalam bumi. “Makanya kami Wolhi Jakarta mendesak pemerintah untuk memaksimalkan ruang hijau,” kata Suchi.

Selain itu, kata Suu Kyi, pemerintah harus serius mengelola air untuk kebutuhan Jakarta.

Berdasarkan data PAM Jaya tahun 2023, kebutuhan air di DKI Jakarta saat ini mencapai 24.000 liter per detik, sedangkan kapasitas produksi PAM Jaya hanya 20.225 liter per detik.

Kelangkaan ini tentu berdampak pada berkurangnya kebutuhan air bersih sekitar 4.000 liter per detik.

Di sisi lain, berdasarkan laporan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2022, persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum yang memadai dan berkelanjutan mencapai sekitar 97,93 persen, sedangkan cakupan layanan air bersih hanya sekitar 97,93 persen. air. 65,41 persen.

“Jadi itu masih jauh dari cukup. “Ini sangat tidak mencukupi kebutuhan per kapita Jakarta,” kata Suu Kyi.

Sementara itu, Ketua Lembaga Pengairan Indonesia Firdaus Ali berpendapat perlunya peningkatan kapasitas produksi dan pembangunan jaringan pipa distribusi baru untuk memenuhi kebutuhan air bersih Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD PAM JAYA menargetkan tercapainya 100 persen penggunaan pipa akses air bersih pada tahun 2030.

Namun, untuk mencapai tujuan ini memerlukan transisi dari masyarakat atau pemilik bangunan untuk beralih dari air tanah ke air pipa bersih, serta diperlukan investasi besar untuk menyambung pipa ke daerah yang biasanya lebih sulit dijangkau.

Menurut Ali, permasalahan tersebut bisa teratasi asalkan pemerintah terlebih dahulu meluruskan jaringan pipa kemudian membuat peraturan yang jelas.

Jika mengeluarkan larangan tanpa memberikan jawaban pasti akan menimbulkan reaksi balik.

“Selama air perpipaan tidak mencukupi, upaya pengelolaan lahan tidak mungkin kita wujudkan,” tambah Ali.

Ali mengaku yakin target tahun 2030 akan tercapai. Selain itu, pemerintah provinsi harus mulai mencari sumber air baku lain.

Saat ini, kata Ali, 82 persen kebutuhan air Jakarta berasal dari Bendungan Jatiluhur, dan sisanya 16 persen berasal dari Tangerang.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemeliharaan jaringan air bersih, termasuk masalah kebocoran administrasi dan teknis.

Kebocoran teknis dengan memperbaiki dan mengganti pipa-pipa yang sudah tua karena pipa sudah tua, kebocoran administratif harus ditangani, pencurian air dan lain sebagainya, kata Ali. (dil/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *