Soal RUU Pengelolaan Ruang Udara, Senator Filep Bicara Dampaknya Bagi Daerah

saranginews.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPRK segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Udara pada agenda sidang berikutnya untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Dalam surat resmi kepada Presiden Republik Korea tertanggal 3 April 2024, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Pertahanan, Menteri Perhubungan, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut. .

Baca Juga: Wilayah Udara Natuna Masih Dikuasai Singapura

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komite I DPD RI Dr. Philip Wamafma mengutarakan pandangannya.

Philip mengatakan RUU ini sangat penting terutama terkait dengan kedaulatan negara.

Baca Juga: PBD Alokasikan Rp100 Miliar untuk Perguruan Tinggi, Senator Phillipe Harap Pemprov se-Papua Ikuti Kebijakan tersebut

Menurut Philip, penguasaan wilayah udara yang melintasi wilayah darat dan perairan merupakan aspek penting dalam kedaulatan suatu negara.

“Penting sekali adanya RUU terkait pengelolaan wilayah udara. “Indonesia adalah negara besar yang seharusnya mempunyai kedaulatan atas seluruh wilayahnya, termasuk penguasaan efektif atas wilayah udaranya,” kata Philippe dalam keterangannya, Selasa (7/5/2024).

Baca juga: Senator Philippe mendesak pemangku kepentingan untuk memantau pelaksanaan proyek pembangunan di Papua Barat

Philip mengangkat beberapa isu seperti perebutan Kepulauan Riau (Kpri) dan Natuna, aturan wilayah udara di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna hingga tahun 2024, serta fakta bahwa seluruh informasi penerbangan akan dikuasai Singapura.

“Hal ini menunjukkan belum adanya pengaturan yang tegas mengenai batas vertikal kedaulatan wilayah udara,” kata Philippe.

Menurutnya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya menyatakan pada Pasal 33 ayat 3 bahwa “bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Menurut Filipe, hal ini menunjukkan wilayah udara belum masuk dalam ketentuan pokok konstitusi Indonesia.

Begitu pula dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Utilitas Undang-Undang Nomor 1992. Pasal 26 menyatakan bahwa wilayah laut dan udara serta pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri

Oleh karena itu, Indonesia memerlukan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Udara untuk mengisi kesenjangan hukum tersebut dan menciptakan kerangka hukum yang kuat untuk mengontrol dan mengatur penggunaan wilayah udara secara efektif, kata Filipe.

Selain itu, senator Papua Barat tersebut mengatakan perlunya fokus pada peluang dan ancaman di wilayah udara negara.

Menurut Philippe, wilayah udara mempunyai kepentingan strategis dan ekonomi yang besar, terutama dengan kemajuan teknologi penerbangan.

Namun di era globalisasi saat ini, perkembangan pesat di segala sektor memerlukan pengelolaan yang baik untuk mencegah ancaman eksternal.

“Indonesia telah merasakan manfaat penggunaan teknologi dirgantara dalam berbagai aspek kehidupan. Namun perlu diingat bahwa manfaat tersebut dapat terancam jika negara tidak menguasai kemampuan teknologi dirgantara,” kata Filipe.

Selain itu, wilayah udara dapat menjadi wahana dan lokasi berbagai kejahatan lintas batas atau transnasional.

“Seiring dengan kemajuan teknologi dirgantara, akan semakin sulit untuk mendeteksi dan mencegah aktivitas ilegal seperti perdagangan narkoba, senjata, dan manusia,” kata Philepp.

Menurutnya, Indonesia, seperti banyak negara lain, menghadapi permasalahan serius dalam memberantas kejahatan lintas batas terkait penggunaan wilayah udara.

Celah hukum dalam peraturan pengelolaan wilayah udara telah menciptakan celah yang dapat dieksploitasi oleh penjahat, katanya.

Senator Philippe berharap pembuatan undang-undang ini berdampak pada pendapatan daerah. Pasalnya, sistem kebijakan fiskal yang terpusat mengabaikan hak-hak daerah otonom sehingga RUU ini mencerminkan bias terhadap daerah.

“RUU Pengelolaan Wilayah Udara merupakan peluang bagi daerah kita untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan wilayah udara regional. Pengelolaan yang efektif dapat membuka peluang baru dalam hal pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan pariwisata. Misalnya, menciptakan jalur penerbangan yang tepat akan memudahkan konektivitas antar wilayah. wilayah di suatu wilayah, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan memberikan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Akses terhadap layanan dapat diperluas,” ujarnya.

Namun di sisi lain, Pace Jus Merah juga mengatakan dampak negatifnya perlu dimitigasi.

Salah satunya adalah ancaman terhadap lingkungan hidup dan stabilitas ekologi. Menurutnya, pengelolaan wilayah udara yang ceroboh dapat berdampak buruk terhadap ekosistem alam dan kehidupan masyarakat yang banyak di antaranya sangat bergantung pada lingkungan.

“Tidak boleh dilupakan bahwa konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati sangatlah penting. Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menjaga kelestarian sumber daya alam tersebut, hendaknya pemanfaatan ruang udara dilakukan secara bijaksana, ujarnya.

Selain dampak ekonomi dan lingkungan, Philippe menilai RUU Pengelolaan Wilayah Udara juga dapat berdampak pada aspek sosial dan politik di daerah.

Menurut Philippe, pengelolaan wilayah udara yang mengabaikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat dapat menimbulkan konflik sosial dan keresahan politik.

Oleh karena itu, Philippe menekankan pentingnya pelibatan aktif pihak-pihak terkait, termasuk masyarakat lokal, dalam proses perencanaan dan implementasi RUU Pengelolaan Wilayah Udara.

“Secara keseluruhan, Airspace Stewardship Act dapat membawa manfaat besar bagi daerah, namun juga memiliki risiko yang perlu diatasi. Implementasi yang cerdas, transparan, dan inklusif oleh seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat lokal adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan inklusif di bidang ini. wilayah ini,” kata Philippe.

“Perlindungan lingkungan hidup harus menjadi prioritas dengan memastikan pengelolaan wilayah udara tidak merugikan ekosistem alam dan keanekaragaman hayati yang ada. Pada dasarnya RUU tersebut harus menjamin hak masyarakat lokal untuk mengakses dan memanfaatkan wilayah udara sesuai dengan tradisi dan kearifan lokal, sehingga dapat mewujudkan keadilan sosial dan perlindungan lingkungan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Philip. .

Ia mengingatkan, peraturan ini harus mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan lokal serta menjamin partisipasi aktif masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengembangannya.

Tujuannya adalah untuk menciptakan kerangka yang seimbang dan adil yang tidak hanya melindungi kedaulatan negara tetapi juga menghormati hak dan kepentingan masyarakat lokal.

Oleh karena itu, kami berharap RUU Pengelolaan Wilayah Udara dapat menjadi alat yang efektif dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia, kata Senator Philip (FRI/JPNN).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *