Menyusuri Jalanan Old Quarter Hanoi, Mahasiswa jadi Pemandu Wisata Gratis

saranginews.com, HANOI – Vietnam punya cara tersendiri dalam meningkatkan pelayanan dan kenyamanan tamu selama SEA Games 2021. Pemandu wisata gratis dari Vi Minh dan Mai Ngoc.

=====

Baca Juga: Sea Games 2021: Tanpa Gregoria Marishka Tunjung, Ini Susunan Pemain Laga Indonesia – Thailand

Muhammad Amjad, Hanoi

==========

Baca Juga: AKBP Parasian 17 Tahun Dikejar 5 Polisi: Kami Mohon Maaf

Di tengah cuaca dingin dan angin kencang yang bertiup di perempatan sekitar Old Quarter, dua pria dan seorang wanita mendatangi saranginews.com sambil mengamati cuaca di Danau Pedang yang legendaris.

Sesaat kemudian, seorang pria berkemeja kasual dan seorang wanita dengan kaos berwarna pink menyapa JPNN dan memperkenalkan diri.

Baca juga: Usai MW Puas dengan Wanita IY, Terakhir Bertemu di Hotel

Dia ramah dan berbicara bahasa Inggris dengan cukup lancar, menjelaskan maksud dan tujuannya.

“Saya Vi Minh dan ini My Ngoc, apakah Anda ingin kami tunjukkan di sini? Kami tidak memungut biaya, itu bagian dari tugas kami,” kata Min.

Old Quarter menjadi tempat para pengunjung yang mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang ke negaranya, para atlet, ofisial atau perwakilan NOC Indonesia yang telah menyelesaikan tugasnya di Vietnam. Karena itu, banyak turis dari berbagai negara berkeliaran di jalanan Old Quarter.

Sosok Vi Minh dan Mai Ngoc adalah pelajar yang mencari tamu asing untuk dibimbing. Setiap orang yang tampil sebagai turis akan diwawancarai dan dipandu secara gratis.

“Kami menginginkan pengalaman, dan itu merupakan tantangan bagi fakultas perguruan tinggi kami,” ujarnya saat ditanya pada awal induksi di Sword Lake, Hanoi.

Mahasiswa tingkat akhir National University of Economics di Hanoi selalu berkumpul di kawasan lama karena mereka adalah sepasang kekasih. Beliau memberikan sambutan yang sangat ramah kepada saranginews.com dan beberapa jurnalis lainnya.

Setelah angkat bicara dan menjelaskan tujuannya, sekelompok jurnalis Indonesia sepakat untuk memberikan bimbingan secara gratis.

Keduanya cukup piawai mengelola tempat wisata kawasan lama.

Karena kopi merupakan komoditas yang terkenal di Vietnam, maka ditawarkan pula undangan untuk mencoba kedai kopi khas Vietnam.

Pemberhentian pertama adalah kedai kopi terkenal di Jalan Lo Su. Menu kopi telur juga disajikan di Indonesia. Bedanya, di Indonesia pakai telur ayam kampung, sedangkan di Vietnam telur ayam apa saja bisa dicampur.

Kalau dibilang “panas” di sini, kopi eggnognya tidak panas…disajikan hangat.

Harganya pun tidak terlalu mahal, sekitar 35 ribu dong. Kalau dalam rupiah, harganya sekitar 23 ribu rupiah. Untuk lima minuman ada diskon kecil-kecilan sehingga harga yang dibayarkan hanya berkisar Rp 110.000 saja.

Usai ngopi, siswi berusia 21 tahun itu diperlihatkan tempat-tempat di mana mereka bisa membeli oleh-oleh dengan harga murah. Dia mengamini harga yang ditawarkan mahal namun masih bisa dinegosiasikan.

“Di sini Anda bisa menawar harga, tapi kami akan menunjukkan tempat-tempat yang barangnya murah dan kualitasnya bagus,” kata Minh menirukan Ngoc.

Untungnya, mereka berdua mampu berperan sebagai penerjemah gratis untuk sekelompok jurnalis Indonesia. Faktanya, di antara sekian banyak penjual dan toko oleh-oleh, banyak yang tidak bisa berbahasa Inggris.

Dengan bantuan mereka, membeli oleh-oleh menjadi lebih mudah. Tips berbelanja di kawasan Old Quarter adalah selalu membandingkan harga antara pedagang dengan lapak ala toko, kemudian lapak pinggir jalan dan pedagang pinggir jalan keliling. Beberapa pedagang bahkan menawarkan pembayaran dalam rupiah, bukan dong Vietnam.

“Bayarnya bisa dalam rupee, nanti saya tukar,” kata seorang penjual kaos dan topi di sana.

Bahkan ada juga penjual kaos, topi, dan oleh-oleh lainnya yang sedikit berbahasa Indonesia. Mereka menjadi daya tarik pengunjung dari Indonesia sehingga ada yang membeli barangnya.

Setelah membeli banyak oleh-oleh, Minh dan Ngoc pergi mengunjungi kedai kopi tradisional kuno.

Ia mengatakan toko tersebut cukup terkenal dan sudah ada sejak tahun 1940-an sebelum Vietnam merdeka.

“Ini sudah cabang ketiga, pusatnya bukan di sini, melainkan di tempat lain, mereka menawarkan menikmati kopi dengan suasana lama,” ujarnya.

Tentu saja kopi hitam yang ditawarkan digiling di Indonesia. Dikemas dalam plastik dalam toples kaca agar kedap udara dan menjaga kualitas ampas kopi. Aroma kopi yang baru diseduh sungguh menyengat saat masuk ke dalam kedai Dean.

“Tempatnya tidak modern, tapi cukup populer. Ini cabang ya, toko ini berdiri tahun 1987,” ujarnya.

Meski sudah berusia 35 tahun, toko ini tetap mempertahankan keunikannya, menampilkan suasana toko kuno Vietnam. Dengan lantai kayu, interior kuno, dan foto hitam putih kuno, toko berukuran 8×16 meter ini memancarkan kesan vintage.

Sebagai pemandu wisata profesional, mereka mengundang rombongan dari Indonesia untuk melihat foto-foto kuno dan memberikan penjelasan. Karena curiga, Min mendatangi pemilik toko dan sepertinya menanyakan cerita di balik foto lama yang tergantung di dinding.

“Sebagian besar foto-foto ini merupakan sejarah keluarga pemilik toko ini,” ujarnya.

Tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 20.30, para siswa harus segera pulang. Karena itu, pemandu dadakan yang bersahabat itu harus berpisah dengan grup media Indonesia. Setelah bertukar nomor telepon, rombongan berpisah dengan Minh dan Ngoc.

Langkah yang dilakukan Minh dan Ngoc harus menjadi contoh bagaimana mahasiswa pariwisata dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengalamannya. Jangan hanya belajar teorinya, langsung saja ke pusat wisata di sana dan bersiaplah. (*) Jangan lewatkan video Pilihan Editor ini:

Baca artikel lainnya… Uno Sandiaga Optimis Atlet eSports Incar Emas di Hanoi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *