saranginews.com – Memiliki Situs TPS Khusus di kampus menjadi jawaban untuk melindungi hak pilih mahasiswa. Namun jumlah TPS khusus dan daftar pemilih mahasiswa di universitas-universitas Jogja masih mengecewakan.
Januari Husin, Yogyakarta
UPDATE: Seluruh parpol telah menyerahkan berkas penelitian nama calonnya ke KPU
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang banyak dihuni pelajar. Merujuk data Lembaga Pelayanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Yogyakarta, total ada 105 perguruan tinggi yang melakukan hal serupa. Pada tahun 2020, terdapat 387.319 siswa yang terdaftar di Studentski Grad.
Berdasarkan kelompok umurnya, pelajar dapat menjadi pemilih yang masuk dalam kategori pemilih muda. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat jumlah pemilih muda di Indonesia mencapai 107 juta orang atau 53-55 persen dari total penduduk pemilih.
UPDATE: Pemilu DPT 2024 Digelar Pemilih Milenial
Kelompok pelajar muda pemilih mempunyai permasalahan yang sering ditemui dalam setiap acara pemilu, salah satunya adalah kemungkinan hilangnya hak pilihnya.
Selain itu, pemilu di Indonesia diselenggarakan tanpa memperhitungkan libur sekolah atau libur semester kuliah. D-Day pemilu 2019 misalnya, berlangsung pada 17 April.
UPDATE: KPU siapkan portal online untuk pemeriksaan DPT, warga bisa mengeceknya
Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada 14 Februari. Beberapa kampus sudah memasuki libur semester, namun ada juga yang masih aktif.
Mahasiswa non-DIY dapat menggunakan hak pilihnya di Jogja, asalkan memiliki surat pindah pilih atau yang dulu disebut formulir model A5. Apabila tidak memiliki surat pindah pemilih, siswa hanya dapat memilih di tempat pemungutan suara (TPS) di daerah pemilihannya.
Ketua KPU Hamdan Kurniavan mengatakan pada Pemilu 2019, ada 57.319 orang yang mengirimkan surat suara di Jogja. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa luar negeri yang ingin menggunakan hak pilihnya di Kota Pelajar.
“Lamaran banyak datang dari kota Jogja, Sleman dan Bantul karena kampusnya banyak,” kata Hamdan kepada JPNN.
Berdasarkan data KPU DIY, terdapat 27 pemungutan suara ulang (PSU) di lima kabupaten/kota pada Pilkada 2019. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya pemilih luar negeri yang menggunakan hak pilihnya hanya dengan menggunakan KTP elektronik, tanpa menyerahkan formulir transfer suara.
Pada saat itu, sebagian besar petugas pemilu mengizinkan siswa untuk memilih dengan kartu identitas.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memperbolehkan PSU jika terjadi bencana alam dan/atau pemberontakan yang menyebabkan hasil pemungutan suara tidak sah atau penghitungan suara tidak mungkin dilakukan.
Selain itu, EPS diperbolehkan apabila di TPS terdapat pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DZT), Daftar Pemilih Khusus (DPK), atau Daftar Pemilih Tambahan (DPB).
Permasalahan PSU di DIY dapat diatasi dengan menyediakan tempat khusus untuk TPS. Fasilitas TPS khusus seringkali terletak di tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai daerah, misalnya di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, pusat atau fasilitas rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Keberadaan TPS Khusus diatur dalam Peraturan KPU No. 7 Tahun 2022 untuk menyusun daftar pemilih pada saat penyelenggaraan pemilu nasional dan sistem informasi data pemilih.
Pasal 179 menjelaskan, pembentukan TPS khusus dapat dilakukan dengan beberapa syarat, misalnya ada pemilih yang pada hari pemungutan suara tidak dapat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan tempat tinggalnya pada KTP elektronik, pemilih tersebut terkonsentrasi. di satu area juga. misalnya jumlah pemilih. paling sedikit satu TPS dapat dibuat.
Untuk pemilu 2024, perguruan tinggi dapat mengusulkan pembentukan tempat pemungutan suara khusus untuk memudahkan mahasiswa menggunakan hak pilihnya.
Kampus yang daftar calon pemilihnya lebih dari 100 orang mempunyai peluang untuk mengusulkan pembuatan TPS Khusus.
KPU DIY memutuskan pada pemilu 2024 akan ada 11.917 TPS yang tersebar di lima kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, 85 di antaranya merupakan fasilitas TPS khusus di rutan, lapas, lembaga, pesantren, dan kampus.
Jumlah pemilih di TPS di Sam sebanyak 18.241 orang, kata Hamdan.
Dijelaskannya, mulai akhir tahun 2022, KPU DIY telah mengundang seluruh perwakilan lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mendirikan TPS Khusus.
KPU DIY telah menetapkan berbagai aturan baru mengenai TPS khusus, termasuk persyaratan jika suatu lembaga ingin mendirikannya.
“Informasi yang kami sampaikan, pendirian TPS Khusus bisa dilakukan dengan banyak syarat, misalnya di pusat ada penanggung jawabnya. “Jika dirasa perlu, mereka mengirimkan surat izin dan daftar nama masyarakat yang dapat memilih ke TPS Khusus,” kata Hamdan.
KPU kemudian memberikan rincian teknis pendirian TPS Khusus kepada KPU kabupaten/kota untuk dihubungi langsung dengan instansi terkait.
Menurut Hamdan, KPU DIY memperhatikan keberadaan TPS khusus di perguruan tinggi karena Jogja lekat dengan nama Kota Pelajar.
Di Jogja, ada ratusan ribu mahasiswa non-DIY yang hak pilihnya harus dilindungi.
“Setelah kami undang rektor, kami juga mengajak seluruh perwakilan BEM (badan eksekutif mahasiswa) untuk saling menghubungi. “Respon dan penerimaan mereka sangat bagus,” katanya.
Hamdan menilai antusiasme memilih mahasiswa di Jogja sangat tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya DPTb pada pemilu 2019.
Sebelumnya, banyak mahasiswa yang protes ke KPU karena tidak mendapat kesempatan memilih pada pemilu 2019.
Oleh karena itu, menurut Hamdan, kehadiran TPS Khusus di kawasan kampus sangat penting untuk menjamin hak pilih mahasiswa.
“Pada dasarnya, kami ingin mempermudah hak memilih.” “Kalau undang-undang mengizinkan, kami sediakan, selebihnya tergantung institusi masing-masing,” ujarnya
Apabila terdaftar sebagai pemilih di TPS Khusus, hak pilih siswa dijamin dengan diperolehnya paling sedikit satu suara. Akan lebih baik dibandingkan menggunakan formulir A5 dengan menggunakan surat suara tambahan yang nilainya hanya dua persen dari total daftar pemilih tetap di setiap TPS.
Apabila setiap TPS menggunakan maksimal 300 pemilih, maka daftar pemilih terpisah dan daftar pemilih tambahan hanya dapat menggunakan enam surat suara.
Hamdan yakin pada pemilu 2024, jumlah surat imbauan memilih tidak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya. Apalagi akan ada gelombang mahasiswa baru yang masuk ke Jogja.
“Pengalaman tahun 2019, permintaan pengalihan suara terjadi sebelum hari pemungutan suara,” ujarnya.
Kepala Departemen Perencanaan Data dan Informasi KPU Bantul Vuri Rahmavati mengatakan, hadirnya TPS khusus di kawasan kampus merupakan dampak dari pemilu 2019.
Banyaknya DPTb di kota-kota dengan jumlah mahasiswa yang banyak menyadarkan KPU bahwa hak pilih mahasiswa harus disederhanakan.
“Banyak DPT yang tidak bisa memilih karena kehabisan suara.” “Mahasiswa berdemonstrasi karena hak pilihnya tidak ada,” kata Woori kepada JPNN.
Ia berharap semakin banyak siswa yang mengajukan TPS Khusus untuk menjamin penyampaian dan pencoblosan. Dengan demikian, akses DPTb dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa baru yang belum sempat mendaftar sebagai pemilih di TPS Khusus.
Bayangkan, setiap lembaga minimal memiliki sepuluh TPS, setidaknya akan memperkecil kemungkinan mahasiswa kehilangan hak pilihnya melalui jalur DPTb, ujarnya.
Ketua Bidang Perencanaan Data dan Informasi KPU Kota Yogyakarta Siti Nurhayati mengatakan pemilu bukan hanya tujuan para perencana, melainkan seluruh lapisan masyarakat.
Ia berharap semua orang mengetahui hak politiknya, termasuk bagaimana mahasiswa dapat melindungi hak pilihnya.
“Jogja adalah kota pelajar. Banyak mahasiswa dari luar DIY. Jika dilakukan di TPS lain, hak pilih bisa hilang. “Bahkan kami menggunakan surat pindah suara, tapi kecil sekali karena hanya 2 persen,” ujarnya.
Jumlah TPS khusus di bilik mahasiswa Jogja
Sejumlah mahasiswa dan perguruan tinggi DIY terkonsentrasi di Bantul, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Sleman. Lebih dari 95 persen permohonan penyerahan surat suara pemilu 2019 juga berasal dari tiga kabupaten tersebut.
KPU kabupaten/kota setempat juga berupaya keras meyakinkan kampus untuk membuka Situs Khusus TPS.
Di Kabupaten Bantul, nomor TPS khusus tersebar di sembilan wilayah dengan total 22 TPS. Pada pemilu 2014, terdapat 4.105 pemilih yang berencana memilih di TPS.
Dari 22 TPS, hanya terdapat tiga TPS khusus yang tersebar di tiga universitas, yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Ahmad Dalan (UAD) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Padahal, Lembaga Pelayanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Yogyakarta mencatat terdapat 24 kampus di Bantul.
Ada yang dari Rutan Kelas IIB Bantul, Balai Pelayanan Sosial Tresna Verda, Pondok Pesantren Bin Baz, Pondok Pesantren An Noor, Pondok Pesantren Ali Maksum, Pondok Pesantren Al Munawir, kata pengelola data. dan Dinas Perencanaan Penerangan KPU Kabupaten Bantul Wuri Rahmawati.
Jumlah pemilih di tiga TPS tersebut kurang baik. Mahasiswa yang akan memilih di TPS Khusus UMY sebanyak 116 orang, UAD sebanyak 118 orang, dan ISI Yogyakarta sebanyak 262 orang.
Vuri mengaku khawatir dengan rendahnya jumlah TPS dan pemilih di kampus Bantul. Ia mengatakan, KPU telah berupaya keras untuk mendorong masing-masing kampus membuka TPS tersendiri. Kampus yang lebih besar juga didorong untuk membuka lebih dari satu TPS.
“Kami sudah bekerja dan berkoordinasi sejak Januari 2023, hingga selesai pertengahan Juni.” “Ternyata TPSnya tidak sampai 300 padahal mahasiswanya ribuan,” ujarnya.
Vuri mengatakan, TPS Khusus merupakan usulan dari instansi terkait. Setelah KPU berkonsultasi dengan peraturan, keputusan akhir ada di masing-masing lembaga. Seleksi daftar pemilih juga diajarkan di kampus.
Setelah fakultas sepakat untuk membuka tempat pemungutan suara khusus di kampusnya, Bagian Kemahasiswaan kemudian merekrut mereka yang akan menggunakan hak pilihnya di sana. Data tersebut kemudian dikirim ke KPU untuk diverifikasi.
Jika keterangan mahasiswa tersebut terbukti, KPU Bantul akan berkoordinasi dengan KPU kabupaten/kota lain untuk menerbitkan izin kepada oknum di wilayahnya.
“Kami undang pihak kampus tapi kami tidak mendirikan TPS khusus, kami tidak akan memaksa. “Mereka tidak mendaftar ya, itu saja,” kata Woori.
Menurut Vuri, pendirian TPS Khusus di kawasan tengah menjadi perhatian dan akan dikaji. KPU berharap dengan adanya TPS Khusus dapat menyelesaikan permasalahan hak pilih mahasiswa Jogja.
“Saya malah mengusulkan agar ada TPS di pojok khusus, karena biasanya kita buka A5,” ujarnya.
Woori mengaku belum mengetahui secara pasti penyebab rendahnya jumlah TPS khusus di kampus. Hal ini mungkin disebabkan oleh keputusan rektor yang tidak mendirikan TPS Khusus, dan mungkin juga karena rendahnya omzet pendaftar TPS Khusus di kampus.
Menurutnya, keinginan mahasiswa untuk memilih sangat tinggi, namun tidak diimbangi dengan kesadaran politik bagaimana melindungi hak pilihnya. Ketika memikirkan pemilu 2019, banyak pelajar yang belum mengetahui cara mendata pendaftaran pemilih tetap.
“Karena pemilu masih tahun depan, menurut Anda tidak perlu melakukan persiapan sekarang.” “Mungkin masih banyak pelajar yang bingung memilih pada 14 Februari 2024 di Jogja atau di rumah,” ujarnya.
Woori khawatir rendahnya kesadaran politik mahasiswa juga berpotensi menimbulkan konflik di TPS kampus. Mahasiswa kurang mempunyai kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya di TPS khusus yang ada di kampus. Ya, hanya mereka yang terdaftar sebagai DPT TPS Khusus yang bisa memilih. Mahasiswa yang belum terdaftar hanya dapat menggunakan Jalur Pendaftaran Pemilih Tambahan (DPTb) dengan menggunakan formulir transfer to vote.
“Kalau DPTnya hanya 126, jumlah suara DPTb hanya dua. Dari ribuan pelajar, katakanlah 200 orang akan datang dan berpikir mereka bisa memilih langsung di TPS khusus. “Ini akan sibuk dan mungkin ada konflik,” katanya.
Situasi serupa terjadi di Kota Yogyakarta. Dari 41 kampus yang diundang KPU setempat untuk mendapat informasi, hanya tiga kampus yang akhirnya membuka TPS tersendiri.
Ketiga kampus tersebut adalah Universitas Kristen Duta Wakana (UKDV) Yogyakarta, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND dan LPP Universitas Politeknik Yogyakarta. Di UKDV terdapat satu TPS dengan 230 pemilih, IST AKPRIND lima TPS dengan 1.281 pemilih, dan LPP Politeknik Yogyakarta tiga TPS dengan 718 pemilih.
Ketua Bidang Perencanaan Data dan Informasi KPU Yogyakarta Siti Nurhayati mengaku kurang puas dengan banyaknya mahasiswa yang memilih di TPS Khusus.
“Idealnya minimal satu kampus bisa membuat TPS khusus. “Dari 41 kampus, hanya tiga kampus yang siap dipermudah,” ujarnya.
Berkaca pada pemilu 2019, Nurhayati mengatakan, di Kota Yogyakarta, tercatat ada 10.411 orang yang mengajukan surat pindah suara untuk masuk DPTb, sebagian besar adalah pelajar.
Saat itu, jumlah DPT di kota Jogja sebanyak 39.469 orang. Artinya, hanya 6.000 orang yang bisa menggunakan hak pilihnya melalui jalur DPK atau DPTb.
“Kalau yang mendaftar TPS Khusus hanya 3.000, berarti kita harus memikirkan 7.000 siswa lagi yang akan memilih menggunakan surat pindah untuk memilih. Gambarannya secara umum seperti itu, katanya.
Situasi akan semakin rumit jika Kota Jogja mendapat DPTb dari Sleman dan Bantul.
“Bisa ramai karena Kota Jogja berada di antara Bantul dan Sleman. “DPTb yang tidak menerima surat suara bisa mencalonkan diri di kota, kabupaten Tegalrejo, Gondokusuman, Yetis, atau Umbulharjo,” ujarnya.
Nurhayati mengamini KPU telah berupaya semaksimal mungkin mendorong seluruh kampus di Kota Yogyakarta membuka TPS.
Mulai Januari 2023, undangan telah dilakukan untuk berbagai institusi. Kampus diimbau mempersiapkan diri untuk mendirikan TPS tersendiri, mendaftarkan informasi mahasiswa yang ingin memilih, dan menyerahkan informasi tersebut untuk penelitian.
Nurhayati mengatakan, kondisi di setiap TPS yang berbeda membuat banyak yang tidak bersedia membuka TPS tersendiri. Ada yang bilang kampus akan tutup pada 14 Februari 2024, entah karena tidak banyak mahasiswa non-DIY di kampus.
Syaratnya, minimal ada 100 pemilih yang ingin memilih di TPS Khusus. “Kalau kurang dari 100 sebenarnya bisa kita arahkan untuk bergabung ke lembaga lain, tapi itu pun tidak mudah,” ujarnya.
Situasinya sedikit berbeda di Kabupaten Sleman, hanya sedikit kampus yang siap membuka TPS Khusus. Dari 38 kampus, terdapat 14 perguruan tinggi yang sepakat membuka TPS untuk melindungi hak pilih sebagian mahasiswanya: Universitas Gadja Mada (UGM) sembilan TPS dengan 2.552 pemilih UIN Sunan Kaliaga dua TPS dengan 350 pemilih Universitas Sanatha Dharma . dua TPS dengan 532 pemilih AMPTA Sekolah Tinggi Pariwisata Yogyakarta satu TPS dengan 162 pemilih Universitas Atma Jaya Yogyakarta satu TPS dengan 180 pemilih Universitas Proklamasi 45 satu TPS 149 pemilih Universitas Respati Yogyakarta satu TPS 116 pemilih Universitas 69 STIX SIGNA PS Pemilih PS TPS 159 Ahmad Universitas Umum Yani Yogyakarta satu TPS 189 pemilih Universitas Aisyah Yogyakarta satu TPS 176 pemilih Universitas Kristen Emmanuel empat TPS 1.070 pemilih Universitas Teknologi Yogyakarta satu TPS 161 pemilih
“Kalau kita bandingkan jumlah siswanya, sebenarnya kecil. “Kampus di Slanman sangat besar dan jumlah mahasiswanya mencapai puluhan ribu,” kata KPU Kabupaten Sleman Indah Sri Wulandari kepada JPNN saat ditemui di kantornya, Senin (3/7) sore. .
Indach mengatakan, kampus Slaman sudah mengadopsi rencana pembuatan TPS khusus. Setelah diajak bertemu masyarakat, pihak balai kemudian menyediakan dan membagikan formulir pendaftaran online bagi mahasiswa yang ingin memilih di sana. Beberapa kampus bermitra dengan BEM untuk merekrut mahasiswa.
Indach mengatakan, setidaknya ada 12 rincian yang harus diisi mahasiswa jika ingin memilih di institusinya. Data yang paling penting adalah Nomor Induk Pribadi (Nick) dan nomor Kartu Keluarga (CC).
“Banyak yang tidak sempurna. Ya, kami harus membawanya kembali ke kampus untuk dilengkapi. “Biasanya, hanya sedikit orang yang kembali kepada kami,” katanya.
Misalnya, sekitar 1.600 mahasiswa masuk Universitas Kristen IMANUEL. Namun setelah diminta datanya, hanya 1.070 pemilih pelajar yang dikembalikan dan dianggap sah.
Indach berharap kedepannya pendidikan politik di kampus semakin digalakkan, khususnya pengetahuan mahasiswa untuk melindungi hak pilihnya.
Selama ini, kata dia, mahasiswa masih mengandalkan mereka sebagai DPTB untuk mengurus surat suara hingga hari pencoblosan.
Pada pemilu 2019, terdapat 27.937 DPTB pemilu yang harus memperebutkan dua persen suara dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).
“Antusiasme siswa untuk memilih tinggi, namun pengetahuannya rendah. Pemilu diperkirakan memakan waktu lama, padahal penetapan DPT terikat waktu. Jangan sampai ditutup seperti ini, nanti kita tampilkan di depan CPU,” ujarnya.
Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNI, Kinan Vidiano mengatakan, sejak awal mereka benar-benar dilibatkan dalam proses pembangunan TPS khusus tersebut. Rektorat Universitas, kata dia, meminta BEM menghubungi KPU Sleman.
“Pengelola menghubungi formulir pendaftaran, kami bantu distribusikan, kami lihat datanya dari Rektor hingga CPP,” ujarnya.
Uny sendiri memiliki enam TPS dengan 1.693 suara untuk memilih di sana pada pemilu 2024, menurut Kylan, jumlah tersebut sangat kecil karena di Uny ada puluhan ribu mahasiswa yang “sendirian”.
“Sebenarnya target kami 21.000 siswa, namun yang mengisi formulir hanya 3.000 orang. “Maka yang mengambil keputusan memilih uny itu adil,” ujarnya.
Salah satu penyebab rendahnya partisipasi pelajar, kata China, adalah karena terbatasnya waktu bertemu orang. Artinya, masih banyak mahasiswa yang ingin mendaftar, padahal masa pendaftaran DPT sudah ditutup.
“Seingat saya, kami membutuhkan waktu kurang dari sebulan untuk bertemu dengan para siswa. Kita hanya mengandalkan keinginan teman yang ingin dipenuhi. “Mungkin karena terlalu penuh untuk diisi atau tidak tahu mau pilih yang mana,” ujarnya.
Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni Ari Suhito mengatakan, keberadaan kampus khusus TPS ini merupakan respon terhadap perlunya diabaikannya hak-hak mahasiswa.
Menurut dia, pembuatan TPS khusus merupakan salah satu cara untuk melibatkan pusat Partai Demokrat.
“Jika pemilu berhasil menyederhanakan dan memperlancar akses TPS, maka partisipasi pemilih akan meningkat,” ujarnya kepada JPNN melalui telepon, Selasa (10/7).
UGM memiliki sembilan TPS khusus dengan total 2.552 pemilih. Namun TPS UGM juga mengikutsertakan mahasiswa dari beberapa kampus lain, seperti Poltekes Yogyakarta, StpMD APMD Yogyakarta, Stim Ykpn, Stikes Panti Rapih, Institut Teknologi Nasional Yogyakarta, Uty, Upn Veteran, Universitas Islam Indonesia (UII).
“Kami ingin lebih inklusif, tidak hanya bagi mahasiswa UGM, tetapi juga bagi mahasiswa dari kampus lain yang mungkin tidak memenuhi kuota pembukaan TPS,” kata Aires Suhito.
Bau politik TPS khusus
Kami berharap keberadaan kampus khusus TPS dapat menjadi solusi untuk melindungi hak pilih mahasiswa yang kuliah di luar kota.
Namun tujuan TPS khusus adalah usulan dari suatu lembaga atau universitas. Rektor atau Pimpinan Lembaga merupakan orang yang bertanggung jawab memutuskan perlu atau tidaknya pembukaan TPS khusus.
Ketua KPU DIY Hamdan Kurnjan mengatakan lembaganya berdedikasi untuk mendorong dan memfasilitasi pembuatan TPS khusus. Keputusan dan proses pemilihan calon pemilih diserahkan kepada masing-masing lembaga.
“Tidak ada kewajiban. Itu kembali pada tanggung jawab dari institusi. “Jika dirasa perlu, mereka harus mengirimkan surat kuasa dan daftar nama pemilih,” ujarnya.
Anggota KPUD Bantul Vuri Rahmavati mengatakan, ada beberapa alasan kampus enggan membangun TPS khusus.
Pertama, beberapa kampus memasuki semester pada 14 Februari 2024. Dengan begitu, Rektor yakin mahasiswa bisa kembali ke ladangnya untuk memilih.
Kedua, kata Vuri, mungkin masih banyak mahasiswa yang belum yakin akan berada di Hodz saat pencoblosan.
Ketiga, mahasiswa memahami bahwa masih banyak waktu menuju pemilu. “Diasumsikan Anda sudah bisa mendaftar dan memilih pada hari itu. Banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa ada sistem pengumpulan informasi pemilih,” ujarnya.
Selain itu, ada alasan politis. Pusat telah memutuskan untuk tidak membuka TPS khusus karena khawatir dengan hasil pemungutan suara.
Vuri mengatakan, beberapa kampus di Bantul khawatir dianggap akan mengerahkan massa untuk mencari salah satu dari dua kandidat tersebut.
“Saya khawatir ini akan disorot oleh media. “Masyarakat menganggap kampus mendukung orang-orang tertentu,” kata Vari.
Anggota KPUD Sleman Indah Sri Wulandari juga mengatakan ada beberapa kampus di Sleman yang berpendapat demikian. Hasil pemungutan suara menjadi perbincangan hangat, meski akhirnya memutuskan untuk membuka TPS tersendiri.
“Kami jelaskan bahwa prioritasnya adalah melindungi hak pilih. Tidak perlu khawatir siapa yang akan menang. Kalau tidak, masyarakat akan melihat lembaga tersebut tidak melindungi hak pilih mahasiswa,” kata Inda.
Salah satu kampus yang memutuskan untuk tidak membuat TPS khusus adalah Universitas Pgri Yogyakarta (Upy) yang berlokasi di Kabupaten Bantul.
Ketua Bidang Kemahasiswaan Upy, Huang Kurnjwan mengatakan, pimpinannya memutuskan untuk tidak mendirikan tempat pemungutan suara khusus di lembaga tersebut.
“Pimpinan berdiskusi dan memutuskan bahwa kita harus menjaga keberagaman di lembaga,” kata Huang kepada JPNN, Minggu (16/7).
Huang mengatakan, awalnya Upy menerima kemitraan KPU Bantul melalui pembuatan TPS khusus. Katanya, ia mendukung upaya CPU dalam melindungi hak-hak mahasiswa, namun tidak dengan membangun TPS khusus di kampus.
“Pasti ada partai yang kuat di daerah kita. Motivasi cukup kuat. “Jadi, kami ingin memprediksi dampak negatifnya,” ujarnya.
Ini adalah perjuangan untuk memastikan tidak ada kebisingan politik di kampus itu sendiri. Dia memastikan tidak bias ke pusat sesuai hasil pemilu.
“Keputusan itu diambil karena kami menunjukkan area di sekitar pusat. Pikirkan tentang apa yang terjadi pada pemilu lalu. “Kami ingin menjaga netralitas dan ketenangan di tengah,” katanya.
Selain itu, pihak kampus meyakini tanggal 14 Februari 2024 masih menjadi masa libur semester, sehingga mahasiswa yang berangkat “sendirian” dipersilakan pulang dan memilih di daerahnya.
“Mahasiswa kami sebagian besar berasal dari DIY. Hanya 20-30 persen yang berasal dari luar. Kebanyakan dari mereka berasal dari pusat riding, ujarnya.
Ditanya tentang upaya lembaga tersebut untuk melindungi hak pilih mahasiswa, Huang mengatakan Rektorat akan memperkuat platform tersebut sehingga mahasiswa dapat terus menggunakan haknya di TPS pertama atau menggunakan jalan tambahan untuk mendaftar sebagai pemilih.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pekerjaan Sosial dan Alumni UGM, Arie Suhito, mengaku tidak tertarik dengan hasil pemilu di TPS khusus tersebut.
“Tidak ada masalah, makanya bersatu, tidak hanya mahasiswa UGM saja yang bisa memilih di TPS. Siswa itu pintar. “Mereka punya rekomendasi siapa yang harus dipilih,” katanya.
Tata cara penyerahan surat suara
Dalam sistem pemilu, hak pilih masyarakat terbagi menjadi tiga kategori, yaitu daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih khusus (DPK), dan daftar pemilih tambahan (DPB).
DPT adalah mereka yang terdaftar sebagai pemilih di TPS, maka suaranya pasti tersedia. DPT biasanya mengoreksi alamat pemilih sesuai kartu identitas. Namun ada juga DPT yang diarahkan ke lokasi TPS khusus yang tidak harus sesuai dengan alamat pemilih.
Selain DPT, ada DPC dan DPTB yang hanya bisa menggunakan dua persen dari total suara yang ada di TPS. Artinya, jika ada 300 DPT dalam satu TPS, maka yang masuk kategori DPK atau DPTB hanya akan mendapat enam suara.
DPK adalah mereka yang tidak terdaftar sebagai DPT namun mempunyai kesempatan menjadi pemilih di TPS yang beralamat di sebelah alamat CTP elektronik. Sedangkan DPTB diperuntukkan bagi mereka yang ingin memilih di luar tempat asalnya, misalnya bekerja atau belajar di luar kota pada hari pemilu.
Pelajar atau pendatang DIY yang tidak terdaftar di TPS khusus namun ingin menggunakan hak pilihnya, dapat menggunakan jalur DPTB dengan mengirimkan surat pindah atau biasa disebut formulir A5.
Anggota KPUD Sleman Indach Sri Vulladarti mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika seseorang ingin mengajukan surat pindah untuk memilih terdaftar sebagai DPTB. Menurutnya, pengurusan surat transfer sebenarnya sangat sederhana.
Pertama, seseorang harus terdaftar sebagai DPT TPS asli sesuai CTP. Kemudian, yang bersangkutan mengajukan permohonan surat pemindahan suara, paling lama 30 hari sebelum pemungutan suara.
Surat pindah suara dapat dilakukan di Kantor KPU Kabupaten/Kota, Kantor Kepemilikan atau di tempat KPU berada. Hal ini dapat dilakukan pada titik asal atau pada titik yang dipilih.
“Tetapi mereka yang mendapat pemberitahuan tertulis tidak bisa langsung memilih di TPS mana pun. “Mungkin TPSnya sudah ketinggalan jaman,” kata Inda.
Bagi mereka yang mengurus dokumen transfer untuk memilih di tempat tujuan, seringkali petugas diarahkan secara khusus ke TPS mana untuk memilih.
“Sekarang bagi mereka yang membuat surat pindah untuk memilih di tempat asal tetap harus mengajukan permohonan di tempat tujuan untuk membantu mendapatkan TPS. “Pejabat di sektor tradisional tidak bisa mendapatkan suara di tempat pemesanan,” kata Indach.
Menurut Indah, masyarakat atau mahasiswa hendaknya memahami tata cara memperoleh dan menggunakan hak pilih melalui saluran DPTB. Mengingat pemilu 2019, kata dia, banyak DPTB yang tidak berfungsi, namun cepat sampai di TPS di hari pemilu.
“Ketika mereka kehabisan suara dan dipindahkan ke pusat lain, mereka cenderung marah-marah,” ujarnya. (*)
*Pengumuman ini merupakan hasil kolaborasi dengan Persatuan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)