Jakarta E-Prix, Adu Cepat untuk Ikhtiar Mengampanyekan Udara Sehat

saranginews.com – Taman Impian Jaya Ancol akan menjadi venue Formula E atau Jakarta E-Prix 2022 pada 4 Juni. Balapan mobil listrik bukan hanya menjadi bukti Jakarta bisa menjadi tuan rumah ajang bergengsi, tapi juga upaya mengkampanyekan udara bersih demi kelestarian lingkungan.

Laporan Ryana Aryadita Umasugi, Jakarta

BACA JUGA: Usai Formula E, balapan dijadwalkan untuk 7 event lainnya

SOFIYAN sedang melihat data kualitas udara DKI Jakarta saat dihubungi saranginews.com belum lama ini. Beliau merupakan Kepala Unit Aplikasi Teknis Laboratorium Uji Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta.

Sejak 2010, Sofiyan telah menggunakan berbagai alat untuk memantau kualitas udara di ibu kota. Pemerintah kota harus memastikan peralatan pemantauan kualitas udara di Jakarta berfungsi dengan baik.

BACA JUGA: MS Glow sponsori Formula E Jakarta

Sofiyan bisa dikatakan merupakan salah satu saksi mata yang melihat naik turunnya kualitas udara Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Ia melihat seluruh data dari lima stasiun pemantauan kualitas udara (SPKU) di DKI Jakarta.

Lima SPKU telah dipasang di Bundaran HI (Jakarta Pusat), RPTRA Kelapa Nias III, Kelapa Gading (Jakarta Utara), kawasan TK Dinas Pertamanan DKI di Jagakarsa (Jakarta Selatan), kawasan parkir Tugu Lubang Buaya (Jakarta Timur) dan di Jalan BI. Jeruk kuning srengseng, Kembangan (Jakarta Barat).

Baca juga: H-15 Lawan Formula E, Tribun Penonton Berdiri Teguh, Jalan Mulus

Seluruh SPKU terkoneksi dengan Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD) Provinsi DKI Jakarta di Jalan Raya Casablanca, Kuningan, Jakarta Selatan. “Drivenya kan, bekerja secara otomatis. Jadi semuanya bisa dikontrol melalui data center,” ujarnya.

Menurut Sofiyan, SPKU mengukur kualitas udara selama 24 jam. “Data dikumpulkan setiap setengah jam,” ujarnya.

Jakarta, sebagai kota besar dengan mobilitas masyarakat lokal yang tinggi, memiliki udara yang tidak sehat.

Asap kendaraan dan industri merupakan polutan yang mencemari udara Jakarta.

Perusahaan teknologi kualitas udara IQAir beberapa kali memasukkan Jakarta ke dalam daftar kota besar dengan kualitas udara terburuk.

Contohnya ketika website perusahaan asal Swiss itu mencatatkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada 29 Juli dan 29 September 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga punya data lain yang menunjukkan betapa buruknya cuaca di Jakarta.

Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dari BPS mengungkapkan, jumlah ‘hari tidak sehat’ di DKI Jakarta berfluktuasi dari tahun ke tahun.

Menurut BPS, sepanjang tahun 2017 terdapat 64 ‘hari tidak sehat’ di Jakarta. Jumlah tersebut meningkat menjadi 166 hari pada tahun 2018. Pada tahun 2019, jumlah ‘hari tidak sehat’ di Jakarta kembali meningkat menjadi 187 hari. Namun jumlah tersebut menurun menjadi 90 hari pada tahun 2020.

Pandemi Covid-19 yang mendorong pemerintah menerapkan pembatasan sosial besar-besaran (PSBB) membantu mengurangi jumlah “hari tidak sehat”. Selama masa PSBB, aktivitas dan mobilitas masyarakat di luar rumah menurun sehingga kualitas udara Jakarta membaik.

Namun faktanya bukan hanya Jakarta saja yang menghadapi permasalahan polusi udara. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sembilan dari sepuluh orang kini menghirup udara yang tercemar.

Polusi udara membunuh tujuh juta orang setiap tahunnya. Dampak lain dari polusi udara adalah stroke yang dapat menyebabkan kematian, kanker paru-paru, dan penyakit jantung.

Direktur Kesehatan Masyarakat, Lingkungan dan Sosial WHO, Maria Neira, menyatakan polusi udara merupakan masalah yang sulit dihindari.

Polusi udara mikroskopis dapat melewati pertahanan tubuh dan bahkan menembus jauh ke dalam sistem pernapasan dan peredaran darah, menyebabkan kerusakan pada paru-paru, jantung, dan otak.

Menurut Greenpeace, Jakarta menderita 13.000 kematian akibat polusi udara PM 2.5 (polutan udara berukuran sekitar 2,5 mikron) pada tahun 2020.

Pada tahun yang sama, polusi di Jakarta juga menimbulkan kerugian ekonomi sebesar US$3,4 miliar (sekitar Rp 50 triliun).

Mau tidak mau, Pemprov DKI di bawah komando Gubernur Anies Baswedan harus berupaya memperbaiki kondisi tersebut.

Dia mengeluarkan Instruksi Gubernur DKI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Kebijakan tersebut mencantumkan beberapa langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan kualitas udara, seperti membatasi usia mobil, membangun akses pejalan kaki, memperbanyak uji emisi, memasang panel surya di atap rumah, mengendalikan sumber industri, dan mewajibkan industri memasang emisi secara terus menerus. sistem pemantauan (CEMS).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan pelaksanaan uji emisi berperan dalam menurunkan angka “hari tidak sehat” di DKI pada tahun 2020.

Upaya lain terus berlanjut.

Pada tahun 2021, Dinas Lingkungan Hidup DKI akan menggencarkan upaya berkolaborasi dengan bengkel-bengkel yang bisa memberikan layanan uji emisi.

Jumlah kendaraan bermotor yang mengikuti uji emisi meningkat 35 kali lipat atau mencapai 465.048 kendaraan, kata Asep.

Dinas Lingkungan Hidup DKI mengidentifikasi sektor transportasi dan industri manufaktur sebagai sumber utama pencemaran udara di Jakarta.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta, penggunaan kendaraan bermotor pun turut meningkat.

Dampaknya, konsumsi bahan bakar (BBM) meningkat.

Peningkatan ini menyebabkan peningkatan jumlah emisi gas buang.

Meski demikian, Pemprov DKI tidak hanya mengurangi polusi udara melalui uji emisi.

Upaya lainnya adalah mengatasi industri manufaktur yang menghasilkan gas buang.

Pada tahun 2021, delapan perusahaan di Jakarta yang fokus pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap dan peleburan baja (yang menggunakan tanur tinggi) harus memasang CEMS.

Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta juga memberikan sanksi bagi industri yang tidak memenuhi baku mutu sesuai peraturan yang berlaku, kata Asep.

Tentu saja upaya ini bukanlah solusi universal.

Gubernur Anies Baswedan dan jajarannya juga telah menginisiasi langkah lain, salah satunya melalui pengadaan bus listrik.

Pada 8 Maret 2022, Anies meresmikan penggunaan 30 bus listrik untuk armada Transjakarta.

Menurut dia, akuisisi bus listrik Transjakarta merupakan salah satu upaya Pemprov DKI untuk mengatasi dua permasalahan sekaligus, yakni polusi udara dan kemacetan.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu ingin Jakarta mengucapkan “selamat tinggal” pada transportasi umum yang menggunakan bahan bakar fosil.

Anies berharap pada tahun 2030 seluruh bus umum di Jakarta sudah menggunakan tenaga listrik.

Solusi yang ditawarkan kepada masyarakat adalah dengan memfasilitasi angkutan umum, membangun sistem transportasi umum yang komprehensif dan kendaraan pada umumnya berbasis listrik, kata Anies.

Pemprov DKI juga menggencarkan upaya pembersihan polusi udara melalui program #JakartaLangitBlue.

Program tersebut mencakup upaya mendorong masyarakat untuk beralih ke angkutan umum.

Untuk memanjakan masyarakat, Pemprov DKI telah menerbitkan kebijakan mengenai peremajaan angkutan umum berupa bus kecil, menengah, dan besar.

Selain itu, usia angkutan umum yang beroperasi di Jakarta juga dibatasi maksimal 10 tahun.

DKI juga akan memperkuat ekologi dan mendorong penggunaan energi terbarukan.

Sirkuit industri tidak hanya diwajibkan memasang CEMS, tetapi juga memeriksanya secara rutin setiap enam bulan untuk memperkuat pengendalian polutan di cerobong asap pabrik.

Anies pun mengusung idenya untuk tetap mempertahankan Formula E. Ia langsung melobi dua petinggi Formula E, yakni Alejandro Agag dan Alberto Longo di New York pada 14 Juli 2019.

Menurut Anies, Formula E akan menjadi momentum kampanye penggunaan mobil ramah lingkungan. Pasalnya mobil listrik tidak mengeluarkan emisi karbon.

Mantan sarjana Fulbright ini percaya bahwa mobil listrik tidak hanya baik bagi lingkungan, tetapi juga bagi perekonomian.

“Hal ini tentunya meningkatkan penelitian dan pengembangan bisnis seputar kendaraan listrik,” ujarnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pun ikut berdansa bersama Anies.

Politisi Gerindra menegaskan, Formula E bukan sekedar kompetisi balap, melainkan bentuk komitmen Pemprov DKI terhadap program #JakartaBlueLangit.

“Jadi kita ingin udara kita bersih, sehat. Ke depan kita ingin menggunakan mobil listrik, karena di dunia ini salah satu penyumbang polusi udara terbesar adalah melalui mobil,” kata Riza.

Senior Sustainability Manager FIA Formula E Iona Neilson menyatakan, balap kecepatan mobil listrik merupakan ajang balap mobil pertama di dunia yang berprinsip nol emisi. Oleh karena itu, Formula E menjadi ajang kampanye mobil listrik untuk meningkatkan kualitas udara.

“Formula E dapat menjadi platform yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran akan keberlanjutan dan energi terbarukan di kalangan penonton dan penggemar,” kata Iona.

Penyelenggara Formula E juga sangat detail dalam menjaga lingkungan. Misalnya, Fédération Internationale de l’Automobile (FIA) Formula E telah berkomitmen untuk tidak lagi menjual makanan dalam kemasan styrofoam, dan menghindari penggunaan botol plastik.

Dari segi pembangunan sirkuit, FIA Formula E juga memiliki standar tinggi untuk menjaga lingkungan. Perusahaan yang berkantor pusat di London, Inggris ini tidak mau menebang pohon saat pembangunan lintasan, melainkan merelokasinya.

Berbeda dengan balap konvensional yang hanya mengutamakan kecepatan atau performa yang cenderung membuang tenaga mesin. Formula E adalah masa depan motorsport. Ini adalah green motorsport, kata Iona.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bahan Bakar Minyak Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengakui Formula E di Ancol menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan keberlanjutan. Menurutnya, Jakarta E-Prix 2022 merupakan kampanye pengendalian gas buang.

“Kendaraan listrik merupakan langkah nyata untuk mengurangi beban emisi. Kendaraan bermotor merupakan salah satu penyumbang emisi gas buang ramah lingkungan terbesar di kota-kota besar, kata Ahmad.

Namun sukses tidaknya kampanye udara bersih melalui Formula E juga bergantung pada upaya pengendalian emisi lebih lanjut. Menurut Ahmad, Formula E hanyalah sebuah pembuka mata bahwa teknologi mobil tanpa emisi kini telah terbukti.

“Upaya tersebut harus dibarengi dengan kepatuhan masyarakat dalam menerapkan peraturan pengendalian pencemaran udara,” ujarnya. (jpnn) Jangan lewatkan video Pilihan Editor ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *