saranginews.com, JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tetap melanjutkan kegiatan pelatihan vokasi.
Salah satu keuntungan memilih jenjang pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah Anda bisa langsung mulai bekerja setelah lulus.
BACA JUGA: Kemendikbud buka pendaftaran IISMA 2024, kuota peserta bertambah
Oleh karena itu, pembelajaran di SMK lebih menekankan pada praktik dan penguatan budaya kerja.
Namun menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran SMK pada tahun 2022 masih tinggi yakni berkisar 9,42 persen.
BACA JUGA: SMK Gratis Harus Menjamin Kualitas Lulusan Sesuai Kebutuhan Industri
Selain itu, pengangguran terbuka pada tingkat sekolah kejuruan mengalami penurunan year-on-year yang paling signifikan dibandingkan tingkat pendidikan lainnya, yaitu sebesar 4,13 persen.
Hal ini disebabkan adanya berbagai program dan kebijakan penguatan pendidikan vokasi yang dilakukan pemerintah, khususnya untuk menyelaraskan proses pembelajaran di SMK dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
BACA JUGA: Kementerian Perhubungan terus optimalkan pelatihan BPSDMP
Koordinasi kemudian menjadi bagian penting dalam memahami pentingnya pelatihan kejuruan.
Menurut peneliti Sulstyo Mukti Cahyono yang juga Ketua Tim Kerja Koordinasi Pendidikan Vokasi Direktorat Kerja Sama dan Aliansi DUDI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada dua faktor yang paling mempengaruhi koordinasi, khususnya di bidang vokasi. sekolah adalah sumber sekaligus kurikulum dan pembelajaran.
Ia menyatakan, hal itu terlihat dari hasil penelitiannya yang mencakup survei terhadap 705 partisipan dari berbagai tingkat partisipasi.
250 responden dari industri, 155 dari pemerintah, dan 175 dari masyarakat.
Populasi penelitian meliputi peserta dari sekolah kejuruan di seluruh provinsi di Indonesia.
Sedangkan sampel penelitiannya adalah mitra industri sekolah vokasi, pemerintah yang diwakili oleh Dinas Pendidikan provinsi, dan masyarakat yang diwakili oleh dewan sekolah.
Sulstyo menyatakan kontribusi industri, masyarakat, dan pemerintah terhadap pembiayaan operasional merupakan indikator dominan dari faktor sumber daya.
Sementara itu, keterlibatan industri, masyarakat, dan pemerintah dalam harmonisasi materi pembelajaran merupakan ciri program dan faktor pembelajaran yang dominan.
“Penelitian ini menemukan pola penyelarasan pendidikan vokasi yang diharapkan dapat menciptakan lulusan yang lebih siap bersaing di dunia kerja,” pola penyelarasan pendidikan vokasi yang diharapkan dapat menciptakan lulusan yang lebih siap bersaing dalam dunia kerja. ,” kata Sulistyo yang baru saja menerima gelar Doktor Pendidikan dari Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Ia menambahkan, bentuk keterlibatan pemangku kepentingan yang dominan meliputi koordinasi termasuk pengembangan kurikulum, dosen tamu, magang guru, pelatihan guru, dukungan sarana dan prasarana, praktik kerja industri, penilaian keterampilan, pendidikan dan pelatihan, partisipasi masyarakat, kerja budaya. pendidikan, pendanaan dana BOS, serta kerjasama.
“Kemudian kegiatan tersebut dapat dikembangkan bahkan menjadi acuan dalam penyusunan program dan kebijakan di tingkat kementerian, khususnya untuk koordinasi,” jelasnya.
Sulistyo menambahkan, upaya yang dilakukan adalah mengkoordinasikan perolehan keterampilan yang menjadi standar dunia kerja.
Program ini dilaksanakan antara lain dengan menyusun profil lulusan pendidikan vokasi berdasarkan pekerjaan sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan kebutuhan dunia kerja.
“Direktorat Kerja Sama dan Aliansi DUDI juga melakukan kajian lanjutan (tindak lanjut terhadap lulusan) bagi lulusan satuan pelatihan vokasi nasional”, tutupnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAGI… Anies prihatin dengan minimnya pelatihan vokasi di Morowali