Kisah Mayjen Dudung Abdurachman, Penjual Jajanan Pasar, Loper Koran, jadi Pangdam Jaya

saranginews.com, JAKARTA – Mayjen Dudung Abdurahman, lahir pada 16 November 1965 di Bandung, Jawa Barat.

Lulusan akademi militer angkatan 1988 itu berulang tahun beberapa hari lalu.

BACA JUGA: Mayjen Dudung; Jika kamu mencoba menganiayaku, aku akan menghajarmu nanti

Di hari ulang tahunnya, Mayjen Dudung yang kini menjabat Panglima Kodam Jaya mengenang ibunya dengan menyajikan sepiring kue pandan berhias klepon bersama teh hangat.

“Eh enak sih, tapi lebih enak dari buatan mama.” “Kalau mama bikin klepon, lebih besar dan kenyal,” kata Dudung usai mencicipi kue klepon, kenangan akan ibunya terbangun di kantornya.

BACA JUGA: Reaksi Politisi PPP atas Sikap Keras Mayjen Dudung di Baliho Habib Rizieq

Sambil terus menyantap kue ulang tahunnya, Mayjen Pangdam Jaia Dudung Abdurahman bercerita kepada ibunda tercinta tentang kenangannya di masa-masa sulit, apalagi pasca kehilangan sosok ayah.

Di mata Mayjen Dudung, ibunya adalah sosok pahlawan yang banyak berjasa dalam hidupnya.

BACA JUGA: Spanduk Habib Rizieka mencoreng Jakarta, ketangguhan Mayjen Dudung patut diacungi jempol

Pasalnya, sejak masa mudanya, Dudung memandang ibu sebagai tulang punggung utama menghidupi kedelapan anaknya.

Untuk meringankan beban ekonomi keluarganya, Dudung yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini mulai membantu ibunya berjualan jajanan pasar “buatan sendiri” ke Kodam Siliwangi III/Siliwangi.

Kegiatan ini tidak hanya dilakukan satu atau dua kali saja. Namun hal itu menjadi rutinitas hingga Dudung masuk Sekolah Menengah Atas (SMA).

Meski aktivitasnya berbeda dengan anak muda pada masanya dan harus menyerahkan harta milik ibunya, Dudung tak malu.

Dudung justru semakin semangat dan semakin giat membantu ibunya menambah pundi-pundi dengan menjadi pengantar koran.

“Saya seharusnya masuk SMAN 5 Bandung, tapi karena saya masuk pagi hari, tidak jadi. Saya mencarinya di sore hari. Dengan cara ini saya bisa mengantarkan koran di pagi hari. “Jadi surat-suratnya kami antar pada pagi hari pukul 04.00 WIB, lalu pulang pada pukul 08.00 WIB,” ujarnya.

Kegiatan sehari-hari dilanjutkan dengan penyerahan klepon, pastel dan donat yang dititipkan ke berbagai kantin seperti Kodam III, Taman Lalu Lintas dan kemudian SMA Muslim.

“Saya melakukannya setiap hari,” kenang Dudung.

Usai Dudung mengantarkan koran dan membagikan jajanan pasar di beberapa kantin sekitar apartemennya, ia tak langsung pulang.

Namun, ia mencari kayu bakar yang nantinya akan digunakan ibunya untuk memasak.

“Dulu orang memasak dengan kayu bakar, sangat tradisional.” “Mungkin itu yang membedakan rasa Klepon dengan yang lain,” kata Dudung.

Dudung tidak hanya teringat pada ibunya, tapi juga saat ia belajar menjadi taruna di akademi militer di hari ulang tahunnya.

Dudung pernah mengalami kesulitan ekonomi yang berat semasa kecil sebagai taruna dan masih berusaha mendapatkan sedikit uang jajan.

Selama menjadi taruna Akmil, Dudung kerap menyempatkan diri menjadi kurir ekspres bagi teman-temannya yang ingin membeli makanan ringan.

“Kalau saya selesai makan malam sebagai taruna, saya suka mencari makan.” Saya bertanya kepada teman-teman lain yang ingin pergi (makanan ringan). Mau Bakpiya, Getuk, saya naiki puncaknya di Kampung Kranggan (Malang). “Yah, saya mendapat untung yang cukup besar di sana,” kata Dudung.

Tak ada gading yang tak retak, Dudung pun menceritakan pengalamannya menjadi pengusaha “kurir ekspres jajan” semasa menjadi taruna, yang diketahui pelatihnya semasa berada di akademi militer.

Saat itu, ia mengajak dua rekannya untuk menemaninya jalan-jalan mencari makan di Kranggan. Saat kembali ke lokasi semula, salah satu temannya bernama Gunawan justru tertangkap basah oleh pelatihnya.

Gunawan juga mengabarkan bahwa Dudung sempat terlibat dalam permintaan jajan sebelum pertemuan rutin malam hari, sehingga Dudung dan kedua temannya mendapat hukuman dari pelatihnya.

Pengalaman unik tersebut teringat Dudung dan menjadi salah satu motivasinya kini bisa berkarya dengan sebaik-baiknya.

Di usianya yang ke-55 di tengah pandemi COVID-19, Dudung pun menyampaikan pesan kepada generasi muda yang kini mungkin sedang berjuang secara ekonomi, seperti saat ia masih muda.

Ia berbagi tiga hal kepada generasi muda untuk bertahan hidup, mengatasi kesulitan ekonomi dan menjadi sukses.

Pertama-tama, beliau berpesan kepada generasi muda masa kini untuk percaya pada diri sendiri dan siap bertahan meski dalam masa-masa sulit.

“Apa yang ada di depanmu, apa yang ada di belakangmu, bahkan apa yang ada di sekitarmu, tidak ada artinya dibandingkan dengan dirimu sendiri.” “Artinya percaya pada kerja keras yang kamu lakukan sendiri,” kata Dudung.

Jika Anda percaya pada diri sendiri terlebih dahulu, Anda bisa yakin bahwa bisnis apa pun yang Anda jalani akan berhasil.

Selain itu, Mayjen Dudung Abdurahman juga menyoroti kesetiaan kepada orang tua agar generasi muda mampu mengatasi krisis ekonomi.

Menghormati ayah dan ibu juga harus dijalani dan diamalkan oleh generasi muda agar bisa sukses.

Kalau kamu sayang ibu pasti berhasil. Jadi jangan pernah membentak ibumu, makanya aku yang paling sayang, kata Dudung.

Mengakhiri pesan terakhirnya kepada generasi muda, Dudung berpesan kepada generasi muda untuk mengetahui tujuan hidup dan selalu menyayangi orang-orang disekitarnya.

“Yang paling penting adalah bersikap baik kepada semua orang dan mencintai orang lain. Kalau dalam agama Islam ada Hablum Minannas, boleh saja bagi semua orang, pasti berhasil. “Ada pepatah: Sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, maka itu akan menjadi gelombang kebaikan yang tiada habisnya,” pungkas Mayjen Dudung Abdurahman. (antara/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *