saranginews.com, JAKARTA – Anggota Komisi
Perwakilan mahasiswa terdampak pinjol juga kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung rektorat ITB, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Senin (29/1) lalu.
BACA JUGA: Tim Nasional AMIN Kritik Kebijakan ITB yang Memberikan Subsidi SPP Melalui Pinjaman.
Anggota Komisi X DPR RI Profesor Zainuddin Maliki. Foto: Sumber saranginews.com
Contoh ini merupakan dampak dari kebijakan kampus yang memberikan kemudahan bagi perusahaan pinjaman Danacita untuk membayar biaya sekolah perorangan atau UKT bagi mahasiswa ITB.
BACA JUGA: Jokowi Keluarkan Bansos Rp 11 T di Pemilu 2024, Kata Anies
Profesor Zainuddin menilai opsi yang ditawarkan ITB seperti menggunakan layanan pinjaman online untuk pembayaran UKT bukanlah jawaban yang tepat.
“Pertama, pinjaman itu terlihat seperti bisnis. Selanjutnya, meminjam membebani mahasiswa dengan bunga yang tentunya tidak mudah bagi mahasiswa,” kata Profesor Zainuddin Maliki, Rabu (31/1).
BACA JUGA: Ini yang dilakukan TT untuk menghindari investigasi krisis ritel, uang di gudang sebanyak itu.
Kasus pinjol ini muncul karena mahasiswa ITB diancam tidak mengisi Formulir Rencana Penelitian (FRS) di Sistem Informasi Akademik (SIX).
Mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT atau BPP semester I 2023/2024 diminta mengambil cuti satu semester dari universitas atau melanjutkan studi jika bersedia membayar biayanya melalui pinjaman online.
Wakil PAN ini mengatakan, pemerintah harusnya peduli dengan persoalan kredit ke ITB.
Banyaknya siswa yang dibebaskan dari biaya sekolah menunjukkan bahwa masyarakat tidak mampu sepenuhnya membiayai biaya pendidikan tinggi di tanah air.
Oleh karena itu, peningkatan anggaran, khususnya untuk pendidikan tinggi, harus menjadi prioritas pemerintah.
Politisi Jawa Timur itu mengatakan, pemerintah harus mencari kebijakan yang menjadikan pendidikan tinggi namun terjangkau.
“Jika penyaluran 20 persen APBN untuk pendidikan sesuai anjuran yayasan sebesar Rp 600 juta dilakukan dengan prioritas yang tepat, tentu cukup untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dengan harga wajar,” ujarnya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini mengatakan, program beasiswa melalui KIP Kuliah atau KIPK juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi jumlah mahasiswa yang masih terlilit hutang.
Jika persediaan anggaran terbatas, kata dia, pemerintah bisa mengkaji ulang program biaya kuliah KIP. Dalam hal ini KIPK hanya disalurkan dalam bentuk tagihan utilitas tunggal tanpa biaya hidup.
Dengan begitu, kita bisa menyisihkan anggaran yang bisa digunakan untuk meningkatkan jumlah masyarakat penerima KIPK.
“KIPK ditujukan semata-mata dari segi biaya pendidikan kepada mahasiswa Universitas Negeri,” kata Profesor Zainuddin.
Di sisi lain, pemerintah juga harus menunjukkan persetujuannya kepada perguruan tinggi swasta.
“Sebagai jaminan dan perhatian terhadap perguruan tinggi swasta, KIPK tetap diberikan dalam bentuk biaya pendidikan dan uang saku,” ujarnya (fat/saranginews.com).