saranginews.com, JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyetujui revisi UU Pemilu yang harus segera dilaksanakan pada awal periode 2024-2029.
Ia mengatakan, awal periode merupakan waktu yang tepat untuk memperbaiki sistem pemilu.
BACA JUGA: Bamsoet mengapresiasi 60 kader muda Pancasila terpilih pada pemilu legislatif 2024.
“Awal periode ini adalah saat yang tepat untuk memperbaiki sistem pemilu jauh dari penyelenggaraan pemilu. Jadi kita benar-benar obyektif, kita punya cukup waktu untuk melakukan klarifikasi dan komunikasi dengan seluruh aktor bangsa dan negara,” kata Doli kepada wartawan, Kamis. (25/4).
Dolly menjelaskan, berbagai kalangan memberikan catatan terkait pemilu 2024 tentang pentingnya pembenahan sistem pemilu, politik, dan pemerintahan.
BACA JUGA: Pemilu Usai, Rosan Ajak Semua Pihak Bersatu dan Perjuangkan Indonesia Emas
Doli mencontohkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pembentuk undang-undang merevisi angka sensus yang berlaku saat ini sebesar 4 persen.
Ia pun menyoroti pidato Prabowo Subianto yang memang menyinggung sistem politik yang gaduh dan melelahkan, serta pidato Susil Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyinggung mahalnya biaya politik di Indonesia.
Baca juga: MK Tolak Soal Erick Thohir Langgar Tata Tertib Pemilu
Pemerintah sendiri dan DPR sebelumnya hanya menyepakati revisi terbatas beberapa ketentuan undang-undang pemilu melalui Perppa Nomor 1 Tahun 2022, termasuk mengatur pelaksanaan Pilkada di provinsi akibat pemekaran di Papua.
“Sebagai bangsa yang besar, saya rasa setiap kita melakukan suatu program, apalagi program seperti pemilu kali ini, kita harus melakukan evaluasi,” kata politikus Golkar ini.
Diakui Doli, sejak pemilu 2019 lalu, ia ingin mengevaluasi dan memperbaiki sistem politik dan sistem pemerintahan, salah satunya pemilu yang sudah muncul, namun belum terlaksana.
Ia meyakini pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga akan mendukung rencana revisi UU Pemilu.
Oleh karena itu, di awal pemerintahan 2024-2029 ini merupakan momentum yang nyata. Artinya banyak kesepahaman, ujarnya.
Doli mengatakan, ada delapan isu prioritas revisi UU Pemilu, lima isu klasik.
Kelima isu tersebut adalah evaluasi sistem pemilu legislatif proporsional terbuka, ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan presiden, reorganisasi sebaran dan besaran daerah pemilihan (daerah pemilihan besar), serta sistem konversi suara menjadi kursi dewan.
Selebihnya merupakan permasalahan kontemporer. Pertama, penilaian sejauh mana pemilu serentak berhasil menciptakan efektivitas dan efisiensi. Kedua, kajian terkait peran teknologi dalam pemilu, termasuk evaluasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dan infrastruktur yang mendukung digitalisasi pemilu,” ujarnya Dolly.
Ketiga, lanjutnya, pengaturan mahar politik dan kebijakan moneter yang lebih ketat, dengan mekanisme pengawasan dan konsekuensi hukum.
Keempat, perbaiki rezim pemilu yang saat ini banyak terjadi ketimpangan pengaturan antara rezim pemilu nasional dan rezim pemilu, pungkas Dolly (mcr8/jpnn) Yuk tonton video ini!
BACA PASAL KEDUA… Hakim Mahkamah Konstitusi: Itu jelas pelanggaran prinsip pemilu