saranginews.com, JAKARTA – Guru merupakan kelompok utama profesional yang menjadi korban perbudakan pinjaman online (Pinjol).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi bukti bahwa permasalahan kesejahteraan masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi para pahlawan tanpa tanda jasa ini.
BACA JUGA: Pentingnya pengetahuan finansial untuk menghindari jebakan Piñol
“Data OJK menunjukkan bahwa guru merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak mengikuti pinjaman online, hal ini menjadi indikasi betapa dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi permasalahan serius. “Tidak mungkin kita bayangkan kemajuan kualitas peserta didik jika para pendidik masih berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Ketua Komite X DPR RI Syaiful Huda, Senin (29/4/2023).
Sebagai informasi, OJK merilis delapan kelompok masyarakat yang paling banyak terlibat dalam pinjaman online.
BACA JUGA: Tinggalkan Pinjol, Kami Investasi di Pegadaian
Guru menduduki peringkat pertama dengan persentase 42 persen. Disusul korban PHK 21 persen, ibu rumah tangga 17 persen.
Kemudian yang bekerja 9 persen, pedagang 4 persen, dan pelajar 3 persen.
BACA JUGA: Pemilihan PPPK: Pernyataan Akhir Ketua PGRI tentang Guru Honorer Swasta dan Negeri.
Kemudian, tukang cukur dan supir taksi online lainnya masing-masing sebesar 2 persen dan 1 persen.
Huda menjelaskan, kesejahteraan guru di Indonesia masih menjadi kisah sedih yang tiada akhir.
Sebagian besar guru di Indonesia masih berstatus tenaga honorer dengan gaji yang cukup memprihatinkan.
Situasi ini hampir selalu berkaitan dengan kualitas pengajaran karena fokus tenaga pengajar akan terbagi, di satu sisi harus mengajar dan di sisi lain harus berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya, kata Huda.
Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 3,37 juta guru di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023.
Dari jumlah tersebut, jumlah guru terbanyak berada pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1,61 juta orang.
“Sudah didistribusikan di sekitar 399.376 unit sekolah di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah, kata Huda, memang telah berupaya meningkatkan kesejahteraan guru.
Salah satu programnya adalah satu juta guru honorer menjadi pegawai negeri sipil dengan kontrak kerja (PPPK).
Namun upaya ini relatif lambat, hampir empat tahun program ini belum rampung.
“Pengangkatan satu juta guru di PPPK sebenarnya merupakan langkah darurat sebagai solusi permasalahan kesejahteraan guru yang sudah puluhan tahun tidak terselesaikan, namun nyatanya solusi darurat tersebut belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena masih ada hingga saat ini. masih ada ratusan ribu guru yang belum diangkat menjadi PPPK,” ujarnya.
Huda melanjutkan buruknya koordinasi antar kementerian/lembaga (K/L) menjadi kendala utama terselesaikannya satu juta guru honorer masuk program PPPK.
Koordinasi yang buruk ini menjadi kendala dalam proses penetapan formasi, pendaftaran, seleksi, kelulusan, pengangkatan dan penempatan guru honorer di PPPK.
Jadi wajar saja, meski diklaim 740 ribu guru honorer Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi lolos seleksi PPPK, namun tidak semuanya mengambil keputusan (SK) pengangkatan oleh partai. Kementerian. Reformasi Administrasi,” ujarnya.
Politisi PKB ini berharap seluruh pemangku kepentingan pendidikan menjadikan persoalan kesejahteraan guru sebagai perhatian publik.
Menurut Huda, kesejahteraan guru menjadi kunci utama perbaikan sistem pendidikan secara keseluruhan.
“Saat ini perbaikan sistem pendidikan kita terkesan parsial dan stagnan, karena permasalahan utama yaitu kesejahteraan guru belum menjadi prioritas utama. “Menurut kami, perubahan kurikulum, perbaikan sarana prasarana sekolah, dan penggantian seragam siswa tidak ada gunanya jika gurunya tidak sejahtera,” pungkas Huda (jum/jpnn).