Menapaki Lumpur & Diterpa Badai demi Merenung di Puncak Gunung saat Pergantian Tahun

saranginews.com – Di hari terakhir tahun 2022, hujan deras disertai udara dingin menyelimuti Gunung Sanghyang di Kabupaten Tabanan, Bali. Hast Kristijant dan rekannya menyambut Tahun Baru di puncak gunung setinggi 2.087 meter di atas permukaan laut.

Laporan dari Fatan Sinag Tabanan

Baca juga: Hari Pertama Tahun 2022, Tangisan Kebebasan di Atas Pulau Dewata.

Rasa lega tampak jelas di wajah Hust, mahasiswa Universitas Pertahanan Nasional (Unhan), dan kawan-kawan. Pakaian basah, lumpur lengket, dan hawa dingin menusuk tulang tak menyurutkan kesejahteraan mereka.

Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tiba di puncak Gunung Sanghyang sekitar pukul 23.00 WITA.

Baca juga: Gunung Sanghyang, Kisah Doa Luhur Skarn dan Hast

Bersama pemuka agama Bali Ida Ratu Sri Bhagawan Putra Nata Nawa Wangsa Pemayun yang dikenal sebagai Kasufnan Kedatuwan Kawista, atau Ratu Bagawan, Hasto menjadi orang pertama dalam rombongan yang mencapai puncak.

Sebelum pendakian, Hasto dan rombongan mengikuti ritual dan doa berdasarkan kepercayaannya di kediaman Ratu Bagawan di Pura Kedatuwan Kawista, Desa Bratungan, Pupuan, Tabanan.

Artikel terkait: Tugu Peringatan Tigalas dan Tugu Peringatan KM Sinar Bangun Nahas

Sebelum mendaki gunung, Ratu Bhagawan sempat melukai dan memandikan Hasta dan rombongan melalui ritual penyucian diri. Pendakian dimulai pada sore hari.

Ratu Bhagawan, meski masih muda, tampak energik saat memimpin sekelompok pendaki. Pria berusia 60 tahun itu mencapai puncak Sanghyang tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan.

Hasto yang berada di belakang Ratu Bhagawan pun dengan sigap memberikan ucapan selamat kepada rekan-rekannya yang berhasil mencapai puncak Sanghyang satu per satu. Pria asal Yogyakarta itu membawa sekitar 50 orang, termasuk mahasiswa doktoral Universitas Pertahanan Nasional dan staf PDIP.

“Selamat, kamu sudah mencapai puncak,” ucap Hast sambil berjabat tangan dan memeluk rekan-rekannya.

Cuaca saat itu sedang tidak bagus. WITA Rombongan berangkat dari kaki bukit Desa Singaraja, Kecamatan Banchesari sekitar pukul 18.30 WIB dan tak lama kemudian diguyur hujan dan kabut tebal.

Jarak pandang hanya 3 meter. Senter yang digunakan oleh para pendaki mempunyai jangkauan yang sangat terbatas.

Hast dan rombongan juga harus berjalan di tanah yang basah dan berlumpur. Mereka terjatuh berkali-kali dan tubuh mereka berlumuran lumpur.

Hast terlihat beberapa kali terpeleset. Meski demikian, Tosang Aji Nusantara, Sekretaris Jenderal Persatuan Pelestarian Alam Nasional (Senapati Nusantara), terus berupaya mencapai puncak Sanghyang.

Jejak Hast mengikuti jejak Ratu Bhagawan. Lahir pada tanggal 7 Juli 1966, karakter ini terkadang berpegangan pada ranting dan dahan pohon untuk menjaga keseimbangan.

Hast terkadang menghubungi pendaki di belakangnya yang membutuhkan bantuan. Meski berjalan terhuyung-huyung dan terengah-engah, Hast berkali-kali menyemangati para pendaki yang masih berada di belakangnya.

“Ayo semangat. Kamu bebas,” seru Hast.

WITA Sekitar pukul 23.00, Hasto menjadi rombongan pertama yang mencapai puncak. Ia tersenyum bangga kepada pendaki lainnya.

Di tengah hujan lebat, ayah dua anak ini memeluk rekannya yang baru saja tiba di Puncak Sanghyangbong.

Satu demi satu rekan Hasta mencapai puncak. Salah satunya adalah Bapak Joseph Aryo Adi Darmo, Sekretaris Jenderal Sekretariat DPP PDI Perjuangan.

Hast tak menyangka Ketua Sekretariat Partai Progresif Demokrat PDIP akan berdiri di puncak Sanghyang di hadapan rombongan mahasiswa Universitas Pertahanan Nasional. Adi memulai pendakian beberapa jam di belakang rombongan Hasto yang mengikutinya dari Jakarta.

Di sana, Hasto menunggu di sebuah gubuk di puncak Gunung Sanghyang. Lampu temaram dan api unggun menemani pendaki berteduh di gubuk-gubuk.

Mereka berkumpul di sebuah ruangan kecil di sebuah gubuk kecil. Tidak ada rasa jarak, sensasi, atau kegembiraan seperti perayaan Tahun Baru di kota.

Saya hanya berlumuran lumpur karena pakaian basah dan cuaca dingin. Tepat tengah malam, para pendaki WITA saling mengucapkan selamat.

“Rahayu,” sapa Hast kepada rekan-rekan pendaki di sekitar api unggun.

Sudah menjadi kebiasaan Hasta selama lima tahun terakhir untuk mendaki gunung di akhir tahun. Pergantian tahun 2021 ke 2022, Hasto mendaki Gunung Agung, gunung berapi tertinggi di Bali.

Bagi Hasta, mendaki gunung merupakan wujud kecintaan terhadap bumi. Para peminat keris juga ingin mengadakan kegiatan pembersihan sungai dan penanaman pohon.

“Semua ini berawal dari pengetahuan mendalam tentang adat istiadat Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Hast merujuk pada sepak terjang Ketum PDIP itu.

Di puncak Sanghyang, Hasto berpikir untuk melawan hawa nafsunya. Dia berpikir untuk menempatkan dirinya pada titik terendah di depan alam semesta, kelelahan dan kotor.

Hast berharap refleksi ini dapat memberikan ide kepada masyarakat untuk menatap tahun yang akan datang dengan lebih sedikit arogansi dan lebih dekat kepada Penciptanya, mengambil keputusan dan tetap membumi.

Selain bermeditasi, Hast juga memanjatkan doa di puncak Sanghyang. Munajat mengandung harapan baik bagi bangsa, bangsa, dan bangsa Indonesia.

“Kami juga mendoakan Pak Bung Karno, Pak Megawati, Pak Jokowi, serta seluruh anggota dan pengurus PDI Perjuangan,” kata Hast.

Setelahnya, masing-masing pendaki saling bertukar cerita. Suasananya sangat intim dan tak terbatas, dan tidak ada penghalang bagi keberagaman di latar belakang.

Cuacanya tidak bagus, tapi semua orang hangat. Setiap orang mempunyai pendapat berbeda mengenai pendakian gunung.

Beberapa orang baru pertama kali mendaki. Ada yang mengaku sangat menikmati pendakian, namun ada pula yang cepat menyerah.

Ratu Bhagawan kemudian memimpin doa. Ia berdoa agar setiap anak di negeri ini diberikan kekuatan dalam menjalani kehidupannya.

Waktu menunjukkan pukul 01.00 WITA. Beberapa pendaki menuju ke tenda mereka. Kelelahan yang tak tertahankan membuat mereka mengantuk.

Sekitar pukul 05.00, tenda pendaki WITA diterjang angin kencang dan hujan. Saya bisa merasakan angin bahkan dari dalam tenda.

Situasi tetap sama hingga satu jam kemudian, ketika Hast dan kelompoknya harus bersiap untuk turun.

Sekitar pukul 07.00 hujan masih turun, namun sebagian besar pendaki sudah bersiap.

Mau tidak mau, pendaki turun dari puncak Sanghyang dalam keadaan basah. Sebelum mendarat, Hast berfoto bersama rekan-rekannya dari Universitas Pertahanan Nasional.

Hujan selalu turun dalam perjalanan dari puncak gunung kembali ke pangkalan. Seluruh rombongan berhasil mencapai kaki gunung dengan selamat di tengah lumpur alam (saranginews.com).

Baca selengkapnya… Kemeriahan Tahun Baru di Manila dan Piala AFF 2022 Tak ada kemeriahan di Filipina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *